Cuisine, Pomaci Kitchen
comments 17

Gudeg Yu May ala Pomaci Kitchen

Ketika menulis ini badan saya pegal linu, encok, ngantuk, serasa habis naik gunung. Padahal cuma di rumah aja, main di dapur.

Jadi ceritanya libur Maulid Nabi kemarin Pomaci Kitchen buka lagi. Setelah berbulan-bulan hibernasi karena sibuk kerja, mau TPCP, mau kuliah, banyak banget alasannya memang. Akhirnya setelah bolak – balik ditagih di group dan kehabisan alasan, marilah kita masak lagi.

Menu kali ini istimewa, permintaan Pak Onn yang di aminkan oleh semua, yaitu Gudeg Yu May ala Pomaci Kitchen. Pak Onn ini salah satu sesepuh di group kami, angkatan super senior angkatan 70 an, asli Malaysia tapi dulu sempat kuliah di UGM sebelum kemudian pindah ke ITB. Sepertinya banyak kenangan manis di Yogya, hingga Gudeg menjadi salah satu favorit beliau.

Waktu Pomaci Kitchen hibernasi, Pak Onn sempat pesan gudeg di tempat lain, tapi konon menurut Pak Onn gudeg Pomaci lebih mantap, lebih otentik hingga beliau hanya mau pesan gudeg Pomaci saja.

Alhamdulillah, pesanan hari Selasa lalu selesai dengan baik, senang sekali membaca respon teman-teman yang bahagia karena bisa makan gudeg. Sedikit hilang pegal linu dan encok. 35 pax porsi untuk 2 orang, ada 10 kg nangka dimasak gudeg kering, 20 ekor ayam dimasak opor, 120 buah tahu dimasak bacem, 120 butir telur bebek dikupas dan dimasak pindang, 1 .5 kg cabe rawit dibuat sambal terasi, menggorek kerupuk, dan pastinya sambal kerecek. Oh bukan hanya memasak, tapi juga belanja, packing, mengatur pengiriman termasuk mengirimkan invoice dan mengecek transfer masuk. Membayangkannya sekarang sukses membuat saya kapok membuka PO gudeg dalam waktu dekat, kapan-kapan aja lagi ya.

Hikmah Merantau

Itulah sebabnya saya belajar memasak gudeg. Kalau ngga merantau, mungkin tidak akan pernah terpikir untuk masak sendiri. Pengen gudeg bisa beli, dijamin enak dan pastinya cepat. Saya pertama kali memasak gudeg di tahun 2014. Gudeg Yogya pertama, gurunya tentu Mba Diah Didi. Ibu guru kita semua yang blognya super lengkap, rajin banget Mba Diah ini. I love you full Mba.

Gudeg Yogya pertama – Mei 2014

Komentar suami : enak, layak dijual haha. Padahal kalau liat foto ini saya malu sendiri, gudegnya kurang kering, telur dan tahu dimasak opor bukan dimasak pindang atau bacem.

Dikutip dari buku Gudeg, Sejarah dan Riwayatnya, sejarah gudeg dimulai di abad ke 16. Prajurit Kerajaan Mataram membongkar hutan belantara untuk membangun peradaban di kawasan Kota Gede, Yogyakarta. Saat itu area Kota Gede masih berupa hutan dan banyak terdapat pohon nangka dan kelapa. Para prajurit Kerajaan Mataram yang jumlahnya ratusan itu kemudian memasak nangka dan kelapa di dalam ember besar yang terbuat dari logam, dengan pengaduk raksasa berbentuk dayung perahu. Nama asal masakan ini adalah Hangudek, yang berarti mengaduk. Karena memang cara memasak gudeg adalah dengan menaduk santan, nangka muda dan bumbu-bumbu.

Dulu, Gudeg hanyalah berupa nasi dengan sayur nangka muda, gudeg basah, inilah Gudeg Yogya yang otentik. Sedangkan gudeg kering baru dikenal sejak awal tahun 1960-an ketika booming pariwisata di Yogya dan oleh-oleh gudeg kering mulai dikenal. Sejak itu pula gudeg disajikan lebih meriah, ada telur pindang, ayam opor, sambal goreng krecek hingga baceman tahu tempe. Rasanya khas dan enak, perpaduan manis gudeg, pedasnya krecek dan gurihnya opor ayam.

Kembali lagi ke hikmah merantau, kalau dahulu Kerajaan Mataram tidak memutuskan membuka kawasan baru, mungkin gudeg tidak akan kita kenal. Seperti yang saya yakini, semua perjalanan pasti ada hikmahnya.

Berjualan Gudeg di Kuala Lumpur

Kami mulai menjual gudeg di awal tahun 2015, awalnya tidak ada niat menjual, tapi beberapa teman menanyakan dan ingin pesan. Sistemnya pre order dan saya akan memasak di akhir pekan saja. Pembeli awal adalah teman-teman dekat, yang komentarnya pasti sama : ENAK haha, betul – betul tidak ada constructive feedback.

Bulan Mei 2016 ada acara IATMI KL Fun Day di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur, dasar iseng saya memberanikan diri untuk book stand bazaar dan kami berjualan makanan, menunya Gudeg, Siomay dan Bubur Ayam. Di luar dugaan ternyata laris manis. Yang masak senang dan yang beli juga senang, yang penting semua bahagia.

Stand Pomaci Kitchen di Pesta Rakyat KL 2016, satu-satunya foto yang diambil karena kami kewalahan melayani pembeli

Kesempatan kedua, kami bergabung untuk membuka stand di Pesta Rakyat KL September 2016. Kalau acara bulan Mei hanya terbatas saja, masih di circle pertemanan, kesempatan kedua ini lebih membuat deg-degan, karena pengunjungnya bisa siapa saja. Kami menjual gudeg dan bubur ayam yang alhamdulillah laris manis. Sejak stand dibuka pengunjung sudah berbaris, mengantri gudeg , dan menjelang pukul 11 semua habis. Betul-betul tidak disangka-sangka, saya non stop melayani pembeli dibantu oleh Helmy dan Cici.

Kalau di ingat-ingat sekarang semuanya modal nekat. Tidak pernah terpikir sebelumnya kalau kami akan berjualan gudeg disini. Alhamdulillah saat ini cukup banyak pelanggan setia yang sabar menanti tukang gudeg ini bisa jualan lagi haha. Terus terang karena keterbatasan waktu dan tenaga kerja (dengan satu pekerja masih dibawah umur) kami tidak bisa terlalu sering menerima pesanan gudeg. Semoga suatu hari nanti bisa ya, mungkin suatu hari nanti ada restaurant Gudeg Yu May ala Pomaci Kitchen di KLCC, InshaAllah, meluruskan niat memasak untuk berbagi kebahagiaan.

Gudeg Yu May ala Pomaci Kitchen, sambal krecek dan areh kami kemas terpisah

The people who give you their food give you their heart.

Pomaci Kitchen

17 Comments

  1. Pingback: Pelajaran Hidup di Tahun 2021 - sereleaungu

  2. Pingback: About Me – Many Things About Me - sereleaungu

  3. Pingback: Suka-duka Menjadi EO - sereleaungu

  4. Pingback: Catatan Belanja Epic - sereleaungu

  5. Pingback: 7 Makanan Favorit - sereleaungu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *