Awalnya mengunjungi Gunung Sibayak tidak ada dalam rencana perjalanan kami di Sumatra Utara, niat awalnya hanya traveling santai saja sambil wisata kuliner. Tapi dipikir-pikir sayang juga, sudah sampai Berastagi, gunungya saja sudah kelihatan, naik gunung saja sekalian yuk.
Ternyata kami tidak salah membuat keputusan, Sunrise Trip ke Sibayak ternyata menjadi salah satu bagian terbaik dari perjalanan kami kemarin.
Gunung Sibayak adalah gunungapi tertinggi kedua di Sumatra Utara, terletak di dataran tinggi Karo, kota Berastagi, kurang lebih 2 jam perjalanan darat dari kota Medan. Berbeda dengan saudara dekatnya – Sinabung, Sibayak adalah gunungapi aktif yang sedang beristirahat, letusan terakhirnya tercatat pada tahun 1881.
Gunungnya berbentuk stratovolcano, yaitu gunungapi yang tersusun dari batuan hasil letusan dengan tipe letusan berubah-ubah, akibatnya terbentuk susunan yang berlapis-lapis dari beberapa jenis batuan. Hasil letusan ini terakumulasi sehingga membentuk suatu kerucut besar (raksasa), kadang-kadang bentuknya tidak beraturan, karena letusan terjadi sudah beberapa ratus kali. Seru ya.
Ada 3 jalur pendakian Gunung Sibayak yang biasa digunakan :
- Desa Jaranguda, jalur paling mudah, waktu pendakian 1 – 2 jam.
- Desa Semangat – Pemandian air panas Sidebuk-debuk, kesulitan menengah, waktu pendakian 3-4 jam
- Jalur 54, jalur hutan yang paling sulit dengan jalur paling panjang
Bila ada waktu banyak sebetulnya akan menyenangkan mencoba jalur 54, tetapi karena waktu yang terbatas, kami memilih menggunakan jalur Desa Jaranguda saja. Jalur ini biasa juga disebut sebagai jalur turis, karena memang jalurnya relatif mudah dan singkat.
Pagi itu kami ditemani Pak Ginting dan putranya Louis. Pak Ginting adalah pemilik homestay Wisma Serda Pavillion, tempat kami menginap di Berastagi. Tepat jam 4 pagi kami meninggalkan homestay, sarapan dulu di rumah makan lalu menuju Desa Jaranguda yang terletak kurang lebih 10 km dari Berastagi. Relatif dekat, tetapi sebagian jalan agak rusak.
Jam 5 pagi kami mulai berjalan, tujuan pertama kami adalah kawah Gunung Sibayak. Cici berjalan sendiri di depan saya, seperti biasa berisik bertanya apa saja. Jalannya relatif mudah, tangga – tangga semen dengan hutan pandan yang rimbun di kiri – kanan. Selepas hutan pandan mulai tercium bau belerang, kami berjalan di area terbuka yang merupakan aliran lava Gunung Sibayak.
Dari sini kita bisa melihat area kawah, Puncak Tapal Kuda, dan Puncak Antene. Kami bertemu dengan beberapa pendaki lain yang berkemah disini, sepertinya cukup nyaman juga. Disini rombongan pendaki akan terbagi dua, ada yang berbelok ke kiri menuju Puncak Tapal Kuda atau mengambil jalur kanan menuju Puncak Antene.
Puncak Tapal Kuda tingginya 2,101 m dpl sedangkan Puncak Antene hanya 2,098 m dpl, keduanya relatif mudah didaki. Kali ini kami memilih untuk menunggu sunrise di punggungan Puncak Antene, di atas Kawah Sibayak. Sekitar pukul 6 pagi matahari muncul dan langit cerah. Sebagian Gunung Sinabung yang sedang batuk juga terlihat di kejauhan.
Pagi yang indah di Sibayak, sekitar jam 7.30 pagi kami berjalan turun dan kembali ke Berastagi. Tidak sulit bukan, cukup bangun jam 4 pagi dan berjalan sebentar saja untuk menikmati salah satu gunungapi cantik yang ada di Indonesia.