MGN
comments 16

Catatan Belanja Epic

Saya suka belanja, tapi belanjanya aneh. Beberapa tahun yang lalu saya pernah menulis tentang kebiasaan belanja saya yang agak tidak normal ini.

Setelah membaca ulang tulisan saya di tahun 2013, ternyata saya tidak berubah. Walaupun 8 tahun terakhir kantor saya ada di atas mall, tiap hari ke mall , tapi saya tidak suka nge-mall. Kecuali memang ada yang ingin dibeli atau dicari. Jadi kunjungan ke mall sebatas ke grocery, toko buku, restoran, atau ke dokter gigi yang memang tempatnya di mall. Males dan cape banget ya jalan di mall itu. Tapi lucunya saya suka belanja untuk orang lain alias jadi personal shopper tidak dibayar alias dititipin belanja, rasanya ada kepuasan tersendiri, bisa belanja banyak bukan pakai uang kita.

Untuk keperluan lainnya saya lebih suka belanja online, terutama beli baju, karena bisa lihat-lihat di website, filter sesuai harga, size, pilih, bayar dan dalam 1-2 hari barangnya sampai di rumah. Saya masih tidak suka barang branded seperti tas yang mahal, sekarang tas paling mahal yang saya punya selain ransel naik gunung yang mahal hanya tas Longchamp oleh-oleh teman yang pergi ke Paris di tahun 2016.

Hanya soal sepatu saya agak pilih-pilih, terpaksa beli yang agak mahal karena hanya merk tertentu ada size yang besar – dilema size 9 UK women, susah cari sepatu. Akhirnya saya jarang banget beli sepatu, lagi-lagi karena susah. Jadi biasanya saya beli sepatu dari personal shopper di UK atau US, tapi tenang, pastinya kalau lagi diskon. Atau beli dari PS yang ngirimnya pakai kapal laut, agak lama sampainya tapi jadinya murah.

Saya masih suka beli pernak-pernik dan souvenir ketika jalan-jalan, terutama beli kain atau handycraft yang unik-unik. Kalau ini memang belum sembuh saja, walaupun sudah agak berkurang. Tapi ga papa la ya, jalan-jalannya juga jarang kok.

Dari sekian banyak pengalaman belanja, banyak kejadian belanja epic yang kalau diingat-ingat sekarang jadi lucu. Kok bisa ya, segitunya banget, ngakunya ga doyan belanja !.

Houston Shoppaholic

Jadi dulu, sewaktu masih di Jakarta, entah kenapa saya sangat beruntung karena sering sekali mendapat kesempatan pergi ke Houston. Mulai dari seminggu, dua minggu sampai berbulan-bulan. Gratis tentunya. Sebagai gesture of gratitude tentunya saya bersedia dititipin sama teman-teman, kebangetan aja kalau ngga mau kan. Naik pesawat business class yang bagasinya banyak, disana sewa mobil dibayarin kantor, banyak kemudahan untuk shopping :).

Sebelum berangkat biasanya teman-teman akan ngasi list barang yang ingin di beli, atau ada juga yang sudah beli online lalu nanti dikirim ke rumah teman yang tinggal disana, dikirim ke alamat hotel, atau pernah juga dikirim ke KBRI Houston karena pinjam alamat Om saya yang bekerja di KBRI. Soal belanja online ini tidak bisa diprediksi, karena bisa banyak banget. Bisa tiap hari ada barang yang sampai, bahkan seringnya saya tidak tahu ini barang titipan siapa.

Cici dan Rei tercinta

Rekor terbanyak tas Coach yang pernah saya bawa pulang ke Indonesia adalah 19 pcs yang harganya mungkin USD 3000 lebih. Pernah juga ada teman titip dibelikan tas LV yang harganya ribuan dollar, akhirnya pernah juga saya masuk toko LV dan beli tas mahal.

Soal perlengkapan outdoor juga sama saja, saya pernah membawa 10 pasang sepatu naik gunung yang harganya juga kalau ditotal ribuan dollar. Jaket, ransel, hampir tiap sore bolak-balik ke Rei.

Ada teman saya yang suka banget Lego, jadi kalau saya ke Houston dia pasti minta tolong dibelikan Lego karena harganya jauh lebih murah. Ngga tanggung-tanggung, yang dibeli selalu special edition yang ukurannya besar banget.

Karena barang belanjaan yang super banyak tentunya koper pun beranak pinak, lucunya selalu ada saja teman yang titip beli koper. Akhirnya koper baru bisa dipakai dulu untuk membawa belanjaan dari Houston. Untungnya lagi, dulu Om saya masih tinggal disana dan beliau selalu mengantar saya ke bandara naik mobil KBRI yang besar banget seperti mini bus, biar cukup bawa 10 koper !. Kocak banget memang, bikin saya kangen Houston dan kangen belanja di Houston haha.

Karpet Bulu Unta

Januari 2020, tepat sebelum pandemi, kami sekeluarga sempat mengunjungi India. Road trip di North India, dari Jaipur sampai ke Amritsar. Selain itu kami sempat juga glamping di gurun pasir, di Damodra Desert Camp di Jaisalmer. Seperti yang saya ceritakan di sini, kami bertemu dengan Rama – Nepali yang pernah kerja di Malaysia, beristrikan orang Medan dan baik banget saat check in hotel.

Tepat di sebelah tempat check in ada toko kecil yang menjual souvenir khas Jaisalmer, salah satunya adalah karpet bulu unta. Bagaikan cinta pada pandangan pertama, saya langsung suka dan ingin membeli untuk di bawa pulang. Suami saya – si ga mau repot tentunya bilang jangan beli, alasannya sederhana dan masuk akal. Perjalanan kami masih panjang (8 days to go), kami masing-masing hanya bawa satu ransel, dan setelah Jaisalmer kami akan naik angkutan umum, mulai dari kereta api sampai bis. Intinya susah deh, gimana coba caranya bawa karpet.

Karpet Bulu Unta made in Jaisalmer, India

Tapi kan, namanya jatuh cinta, akhirnya saya membeli juga karpet-karpet cantik itu, tepat sesudah check out. Ngga tanggung-tanggung, beli 3 buah ukuran besar, sedang dan kecil. Untungnya karpetnya bisa dilipat, walaupun tetap jadi besar, satu karung. Akhirnya selama 8 hari saya menggotong-gotong karung berisi karpet bulu unta keliling India !

Kendil Gerabah Gudeg

Sebagai penjual gudeg musiman (yang jualannya setahun sekali atau kalau lagi pengen), sudah lama saya ingin memiliki kendil – gerabah untuk memasak gudeg. Selama ini saya memasak gudeg dengan panci besar stainless steel merk Bima, ok sih, 10 kg nangka muda bisa masuk kesana. Tapi saya merasa kurang otentik, kayanya bakal lebih enak kalau masaknya di kendil.

Sewaktu pulang ke Indonesia Juli lalu sebetulnya tidak ada rencana beli kendil, kami memang berlibur ke Yogya, tapi saya ga keingetan beli kendil. Sampai suami saya mengingatkan : ga pengen beli kendil ? Eh iya bener juga ya. Akhirnya di hari terakhir di Yogya kami berkunjung ke Pasar Beringhajo, di siang bolong Yogya yang panas.

Setelah muter-muter akhirnya kami menemukan satu kios yang menjual berbagai macam gerabah termasuk kendil gudeg tercinta. Senang sekali bisa menemukan kendil yang dicita-citakan, beli ngga pakai nawar karena murah banget, dan pastinya juga beli tampah buat alas nasi tumpeng dan krecek Yogya.

Kendil gerabah di Pasar Beringharjo, Yogyakarta

Setelah beli kendil baru nyadar, nanti bawa ke KL nya gimana ? Ya sudahlah dibawa ke atas pesawat aja, dijinjing. Alhamdulillah si kendil sampai di rumah KL dengan selamat, walaupun waktu di Soekarno Hatta sempat ditolak masuk karena terlalu besar. Udah dicoba masak ? belum dong haha.

Big Bad Wolf

Big Bad Wolf ini selalu sukses membuat saya sekeluarga belanja buku banyak banget. Bazaar buku super murah yang biasanya diadakan setahun dua kali, 24 jam, di sebuah aula besar penuh tumpukan buku, sukses membuat adrenalin naik dan kalap belanja.

Walaupun setiap saat diniatkan untuk tidak membeli banyak buku, tapi ya akhirnya beli buku banyak juga. Terutama Cici, karena buku-buku anak luar biasa murahnya, bisa hanya RM 2, paling mahal RM 10. Buku – buku di rumah kami sebagian besar hasil dari Big Bad Wolf, sedikit demi sedikit dibeli dan akhirnya jadi berdus-dus ketika pindah rumah haha.

Masih banyak lagi cerita epic belanja yang pernah saya alami. Di antara teman-teman, keluarga kami terkenal sebagai spesialis belanja untuk donasi. Contohnya waktu banjir di KL akhir tahun lalu, selama dua minggu hampir setiap hari kami berbelanja untuk donasi korban banjir. Mulai belanja mie instan, beras, daster, pakaian dalam, sampai susu bayi. Alhamdulillah mobil kecil kami bisa bermanfaat juga, tiap hari kami bolak-balik KBRI sampai kenal dengan Pak Dubes.

bersama Pak Dubes

Intinya berbelanja itu sah-sah aja, asalkan sesuai keperluan dan ada uangnya, jangan ngutang ya. Menurut para ahli, hindari berbelanja dalam keadaan lapar, karena bahaya, jadi lapar mata.

Selamat berbelanja :).

Tulisan ini dipersembahkan untuk Tantangan Mamah Gajah Ngeblog bulan September 2022 : Mamah dan Dunia Belanja.

Filed under: MGN

16 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *