Cerita Paratha

Putri kami Cici doyan segala jenis makanan, rasanya sampai hari ini tidak ada makanan yang Cici tidak suka. Yang agak bikin susah, kalau tiba-tiba Cici minta dibuatkan makanan tertentu yang pernah dimakan sewaktu jalan-jalan. Seperti waktu itu, tiba-tiba request Aloo Paratha untuk sarapan, spesifik lagi mintanya, yang kaya di camp gurun pasir itu, paratha paling enak sedunia.

Paratha Paling Enak Sedunia

Paratha adalah rotinya orang India bagian utara, serupa tapi tak sama dengan roti canai yang lebih dikenal di Indonesia dengan Malaysia. Biasa dimakan sebagai pengganti nasi, untuk sarapan, makan siang, hingga makan malam. Jyoti – teman sekantor saya yang orang India, hampir setiap hari membawa Paratha untuk bekal makan siangnya. Menurut Jyoti, wajib hukumnya perempuan India bisa membuat Paratha, kalau ngga malu-maluin katanya.

Bahan-bahannya sangat sederhana, tepung (bisa menggunakan all purpose flour atau tepung gandum khusus paratha), sedikit minyak, garam dan air, semua diaduk rata, diuleni lalu didiamkan sebentar. Tidak ada takaran yang pasti. Beberapa kali saya bertanya resep paratha kepada teman-teman India, jawabannya selalu sama : bebas saja, yang penting adonan tidak lengket dan bisa dibentuk.

Ambil sedikit adonan, bulatkan seperti bola, lalu tipiskan dengan rolling pin, membentuk lingkaran sebesar piring. Paratha lalu dimasak di atas pan yang sudah dipanaskan, api kecil dan sebentar saja, sampai kedua permukaan kering. Paratha bisa disajikan dengan dhal, chutney atau enak juga sebagai cocolan Butter Chicken. Membuat paratha bulat sempurna itu gampang-gampang susah, memang diperlukan jam terbang untuk membuat paratha yang cantik.

Selain paratha yang plain ada juga varian lainnya seperti Aloo Paratha, aloo itu artinya kentang, jadi pada dasarnya paratha yang diisi kentang. Isian kentangnya juga sederhana saja, kentang rebus ditambah irisan daun ketumbar, rempah-rempah dan garam, aduk rata. Super simple ya.

Kembali ke Cerita Paratha, kami sekeluarga baru mengenal paratha di awal tahun 2020 ketika kami berkunjung ke India untuk kedua kalinya. Mungkin sebelum ini kami pernah makan juga tapi kurang berkesan, jadi kami sepakat menobatkan paratha paling enak sedunia adanya di Damodra Desert Camp di Jaisalmer. Tentunya ada cerita berkesan di balik paratha ini, dan juga cerita tentang Rama.

Damodra Desert Camp di Jaisalmer, India

Tentang Rama

Jaisalmer adalah sebuah kota kecil yang terletak di negara bagian Rajashtan. Kalau Jaipur dikenal sebagai pink city, Jodhpur si blue city maka Jaisalmer yang terletak di tengah padang pasir dikenal sebagai golden city. Sejauh mata memandang adalah gurun pasir dan warna kekuningan dari batu pasir yang digunakan untuk bahan bangunan, sangat cantik.

Selain wisata sejarah mengunjungi benteng-benteng tua, berkemah di padang pasir adalah salah satu atraksi wisata yang tidak boleh dilewatkan. Terus terang saya sangat excited, berkemah di padang pasir, di tengah Gurun Thar, pastinya seru kan. Cerita berkemah dan Damodra akan saya tuliskan terpisah ya, kali ini saya akan bercerita dulu tentang Rama.

Saat itu kami sedang antri check in camp, di depan kami ada pasangan dari Jerman yang juga baru datang, sstt mereka sedang bulan madu lho. Tiba-tiba ada seorang pegawai camp mendekati kami dan bertanya : Indonesia ?.

Wah tumben-tumbenan tebakannya betul. Selama ini kami selalu dikira orang Malaysia. Jarang sekali ada yang mengira kami berasal dari Indonesia. Akhirnya sambil menunggu kami mengobrol dengan Rama.

tenda tempat kami bermalam, di dalamnya ada kamar mandi juga

Di tengah Gurun Pasir Thar kami bertemu dengan Nepalese yang pernah bekerja di Malaysia tapi beristrikan orang Medan, internasional sekali kan Rama ini. Katanya mereka bertemu di Kuala Lumpur, lalu menikah di Samosir, di kampung istrinya. Rama sempat juga tinggal disana, dan betah sekali, hobby-nya mancing di Danau Toba. Tidak heran kalau Rama fasih berbahasa Indonesia dan juga Melayu.

Beberapa bulan terakhir mereka tinggal di Nepal, di kampung Rama. Lalu Rama datang ke India, ke Damodra Camp untuk bekerja selama musim dingin, kebetulan ada sepupunya yang sudah lebih dulu bekerja disana dan mengajak Rama. Istrinya sekarang tinggal sendirian di Nepal, Rama tidak sabar untuk pulang.

Berkat Rama, kami serasa bertemu saudara di India dan menjadi tamu VIP. Ketika baru masuk tenda tiba – tiba Rama datang dengan mie rebus istimewa yang dimasak bukan ala India. Enak banget, dingin – dingin musim dingin, makan Maggie pakai telur, sambil camping. Pastinya dibuatin dan ga usah cuci piring haha.

Malam harinya ketika makan malam sambil nonton belly dance, Rama bolak – balik datang ke tempat kami dan membawakan makanan. Mungkin dia tahu kami selalu lapar.

Restoran di Damodra Camp, cantik ya

Keesokan harinya ketika sarapan Rama membawakan banyak sekali Aloo Paratha yang enak banget. Kami semua doyan sampai Rama bolak – balik menambah paratha di meja kami hinga akhirnya membungkuskan beberapa untuk bekal kami di jalan. He is a great person.

Tahun lalu, ketika kasus Covid di India sedang tinggi-tingginya, saya teringat dengan Rama. Bisa dipastikan karena Covid camp tempat Rama bekerja tidak menerima tamu. Padahal mereka hanya bisa bekerja saat winter, 3-4 bulan saja, karena summer di Gurun Thar luar biasa panasnya.

Entah berapa Rama-Rama lainnya yang kehilangan mata pencaharian karena si Covid. Semoga Allah selalu menjaga mereka, memudahkan rezeki mereka dan keluarga.

Terimakasih ya Rama, we had a great time in Damodra, danyabat !.

11 Comments on “Cerita Paratha”

  1. Wah, tampak enak, Teh! Aku penyuka makanan India, tapi pak suami enggak, padahal deket sini ada resto India halal. Cuma sekali kami makan di sana. Setelahnya setiap kali jalan-jalan dan ada pilihan resto India, Maroko, atau Timur Tengah, dia ga pernah milih India. Hiks.

    Anyway, cerita bermalam di gurun seru, deh. Pengen nyoba juga kalau anak-anak udah lebih besar. Nanti nanya Teh May aja untuk detailnya, hehe.. Semoga kesampaian.

    1. Toss Teh Muti, aku juga suka makanan India, tapi terbatas yang North India sih, beberapa kali nyoba yang South India kurang cocok 🙂

      Iya nih, yang camping di gurun belum ditulis, nanti kutulis ya Mut

  2. Kenapa ya mie instan selalu lebih enak kalo dibikinkan orang? apa karena faktor ga perlu cuci piring? hahaha…
    Aku sukaa bikin Paratha ini, suami juga. Tapi baru tahu namanya Paratha karena dulu diajarin sama Mahasiswa dari Fiji yang ngekos di rumah waktu di Bali. Emang enak dan mudah deh roti ini.
    Cerita Rama membuat terharu sekaligus sedih.. :’) Terima kasih sudah berbagi cerita teh.

    1. Kayanya karena ga perlu masak dan cuci piring ya Teh hehe 🙂
      Oh orang Fiji juga kenal paratha ya, enak sih, dan flexible banget, bisa jadi cemilan gurih atau manis

  3. Wah bikin paratha sendiri! Keren bgt May!
    Aku kenal paratha di sg, tapi dulu malah kurang menikmati. Trus pas lagi ke abu dhabi diajak boss makan paratha di warung kecil yang isinya laki2 semua haha. Hari jumat pula. Jadi mereka memandang kami dua perempuan lagi ngapain beli paratha di warung kumuh, harganya aja sen2an 😅

    Jadi kangen sama paratha nih. Mungkin harus coba juga bikin sendiri. Makasih tulisannya May!

    1. Haha aku bayangin para lelaki itu pasti bingung, kayanya memang jarang perempuan ikut nongkrong kan. Yup, selamat mencoba Dea, personally aku lebih suka yang aloo paratha itu karena ada kentangnya, ga usah pakai pendamping yang lain udah enak banget.

  4. Jadi mau coba Paratha. Aku suka roti canai, tapi lihat cara buatnya kok ribet ya. Kalau Paratha ngga susah bahan dan buatnya, boleh juga ditiru hehe

    1. Paratha jauh lebih simple dan lebih sehat Andina. Kalau Roti Canai harus pakai minyak banyak, harus direndem juga ama minyak tuh, aku pernah buat sekali lalu serem sendiri 😀

  5. apakah paratha ini adonan dasarnya seperti buat martabak telur ala india juga?

    tapi jadi ingat, bikin bakwan juga nggak bisa pake ukuran, yang penting adonannya pas digoreng nggak buyar.

    eh tapi paratha ini krispi atau lebih kayak roti canai jadinya? rasanya tawar dong?

    1. Beda Risna, paratha ini ga banyak pakai minyaknya, kalau martabak telur sama roti canai kan harus direndem minyak dulu.
      Jadinya kaya roti canai tapi ga bertekstur, kalau yang plain memang hanya asin dikit, makanya biasanya buat pengganti nasi, untuk makan kari

      Risna nulis bakwan tiba2 jadi pengen, dah lama ga buat bakwan 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *