Daily Note
Leave a comment

Dan Kami Tetap Disini

Ceritanya alhamdulillah hampir 2 tahun kami tinggal di Kuala Lumpur, tepatnya 16 Desember nanti. Susah senang sudah kami hadapi, alhamdulillah overall kehidupan di sini lebih baik daripada dulu di J city. Yang paling signifikan adalah soal waktu yang dihabiskan di jalanan dan kemudahan pergi bekerja. Ngga lagi – lagi harus datang terlambat ke kantor (ini penting, terutama kalau lagi drilling) dan ga pusing lagi ke kantor pergi nebeng siapa dan nanti pulang sama siapa.

Tahun – tahun terakhir di J City memang menjadi tahun super galau bagi saya, ketika pekerjaan super sibuk dan memaksa saya untuk siap 24 jam sehari, 7 hari seminggu, sampai – sampai saat liburanpun harus tetap siap pergi offshore haha. Sehingga doa saya ketika liburan pun agak jahat, semoga drilling banyak problem, semoga perginya delay :D.

Saat itu Cici memang mulai sekolah setiap hari, suami banyak pergi ke luar kota. Super galau dan setiap hari saya ribut pengen pindah kerja. Malu rasanya kalau ingat hal ini, betapa sebetulnya saya tidak bersyukur.

Sampai – sampai saya pernah membaca tulisan Mba Ninit Yunita di blog beliau tentang aktifitasnya sehari – sehari, super jealous membacanya haha. Dan saking isengnya saya membuat tulisan tandingan yang saya share dengan kawan – kawan dekat saya, kurang lebih seperti ini tulisannya :

Setiap hari, saya bangun pukul 4.00 pagi, memasak untuk sarapan (terkadang juga bekal makan siang), membangunkan anak dan membantunya bersiap-siap untuk berangkat sekolah dan juga saya bersiap – siap untuk pergi ke kantor. Pukul 5:30 – 6:00 biasanya saya berangkat ke kantor, kadang – kadang nebeng teman, atau naik angkot dulu ke Kampung Rambutan sambung taksi, atau sekalian naik taksi dari rumah kalau sudah kesiangan. Terkadang saya mengantar Cici pergi sekolah dulu yang berarti Cici kepagian sampai sekolah dan saya kesiangan sampai kantor. Biasanya saya tiba di kantor pukul 07:30 (terlambat 30 menit), membalas email, meeting, bekerja dan tiba – tiba sudah pukul 4 sore. Cari tebengan pulang, kalau tidak ada naik ojeg dulu, sambung angkot lalu sambung ojeg lagi. Biasanya saya tiba di rumah pukul 6:30 – pukul 07:00 malam. Kalau hujan besar, macet atau ada tabrakan saya tiba di rumah pukul 08:00. Dan bisa jadi Cici sudah tidur, saya tidak bertemu. Begitu terus setiap hari, dan ya, saya capai sekali. Belum lagi tiba – tiba mendapat telpon harus datang ke kantor tengah malam, atau harus stay di kantor sampai pagi. Kantorku adalah rumahku.

Kocak juga kalau diingat – ingat sekarang. Bersyukur saya punya banyak teman baik hati yang mau menampung keluh kesah ibu super galau ini. Sampai-sampai alasan resign saya pun terkesan mengada-ngada. Bosen macet dan telat sampai kantor, banyak yang tidak percaya. Padahal itu benar.

Alhamdulillah Allah menunjukkan jalan dan singkat cerita kami sekeluarga pindah ke Kuala Lumpur di akhir tahun 2013. Pekerjaan baru, sekolah baru untuk Cici, lingkungan rumah baru, ada susah senang dan alhamdulillah kami bisa bertahan.

Lagi – lagi di awal 2015 kemarin terbersit keinginan untuk pindah LAGI, hmm memang manusia tidak pernah puas ya. Segala kemudahan hidup di Kuala Lumpur ternyata membuat kami bosan dengan cepat. Mulai sedikit galau lagi dan mencoba mencari – cari tempat tinggal baru. Cita – cita super idealnya sih tinggal di kota kecil (I am not a big city girl), bisa kemana-mana jalan kaki, Cici bisa sekolah dekat rumah, tidak ada ketergantungan dengan mobil pribadi. Maunya sih kurang lebih seperti itu.

Tetapi sepertinya belum ada jalan kami kesana. Ada pilihan tetapi kota itu lebih besar lagi, sepertinya tidak dulu deh. Kembali ke J city juga tidak termasuk ke dalam pilihan kami. Akhirnya pilihan terakhir kami ambil, kami tetap disini, at least for another 3 years, Insha Allah.  Sambil terus mempersiapkan diri agar layak “pindah” lagi. Belajar untuk selalu bersyukur dan yakin bahwa Allah akan tahu hal terbaik untuk kita.

Jadi untuk yang banyak nanya dan penasaran, tenang saja, kami masih disini kok hehe. Kemungkinan pindah rumah saja, tapi belum tahu kemana.

sunset from our balcony in Desa Pandan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *