Katanya sih, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Setuju sekali, dan akhirnya setelah menunda hampir 13 tahun akhirnya saya nyaris certified sebagai Padi Open Water diver..horeee. Kenapa nyaris, soalnya ujian teorinya belum sempat, InshaAllah selasa depan, dan sah sudah :D.
Jadi sebenarnya sudah dari jaman kuliah dulu saya penasaran dengan yang namanya diving. Tahun 2000 saya sempat 1 kali ikut latihan bersama unit selam ITB tapi sayang tidak berlanjut. Gara – gara kapok disuruh mask clearing dan berenang 200 meter. Huh memalukan memang.
Tahun 2004 saya sempat 1 kali ikut kelas teori di Bubbles Dive, waktu itu kantornya masih di Citos. Sayangnya gagal lagi, waktu itu saya terlanjur pindah bekerja ke Balikpapan dan tidak memungkinkan ikut ujian ke pulau. Tertunda lagi.
Saat sudah menikah beberapa kali saya mengajak suami untuk bersama – sama ikut kursus ini, tapi kok ya susah ya, secara suami tidak bisa berenang dan cenderung water proof :D. Selain itu pertimbangan biayanya juga kok ya mahal banget.
Tahun 2013 ini ada kemajuan, teman saya Mario yang sudah jadi PADI instructor menawarkan untuk jadi guru kami. Tapi kok ya susah sekali menyamakan jadwal, secara Mario tinggal di Sorowako sedangkan kami di Jakarta.
Sampai akhirnya Agustus 2013 kemarin, teman saya Ilo dan Wahyu memaksa kami untuk ikut kursus selam. Ilo ingin belajar karena dia akhir September mau pindah ke Jerman, inginnya sudah certified sebelum pindah kesana. Sedangkan Wahyu karena dia ada rencana field trip ke Misol di bulan September, inginnya disana bisa menyelam.
Baiklahhh, akhirnya kami berempat siap :). Step berikutnya tentu memilih institusi penyelenggaranya. Di Jakarta banyak sekali pilihan dive center, ada Lautan Mas, Dive Master, Ody Dive, Planet Diving, Bubbles Dive, banyak. Semuanya bagus, dan harganya juga beda – beda tipis. Bikin bingung. Sampai akhirnya Planet Diving menawarkan promo Open Water PADI Course dengan harga IDR 5,000,000 per orang, sudah termasuk ujian ke pulau plus bonus wet suit Oceanic. Sip banget kan, mengingat harga wet suit saja sudah diatas 1 juta rupiah. Selain itu menurut Mario Planet Diving juga oke kok, pemilik Planet Diving dikenal sebagai diver yang mumpuni soal safety dan lainnya.
Menurut web-nya PADI, Open Water Diver Course merupakan starting point bagi para divers pemula. Pre–requisites nya antara lain berumur minimal 10 tahun, fit for diving dan bisa berenang. Haha untuk point terakhir ini 3 diantara kami berempat sudah tidak lolos. Tapi katanya sih dengan belajar diving akhirnya bisa berenang lho, baiklah kita maju terus.
Materi belajar untuk Open Water Dive ini dibagi menjadi 3 bagian : teori di kelas (knowledge development), praktek di kolam (confined water dives) dan minimum 4 kali diving di laut yang dikenal sebagai ujian ke pulau. Sebagai syarat kelulusan ada ujian teori sebanyak 50 soal dan minimum hanya boleh salah 12, waktunya 1 jam sajah.
Sayangnya di bulan September itu mendadak saya harus ke rig 10 hari, dan akhirnya Ilo batal ikut karena harus berangkat ke Jerman dan Wahyu pun berangkat ke Misol :D. Objective tidak tercapai, tapi terlanjur basah kami bertiga maju terus. Kelas teori sebanyak 2 kali dilakukan di kantor Planet Diving di depan kolam renang Senayan. Kami menonton video sambil sesekali Mas Yonatan – instruktur kami menjelaskan beberapa hal secara lebih detil. Menarik, walau menontonnya sambil terkantuk – kantuk di malam hari.
Oya Mas Yonatan alias Apaw ini sudah menyelam selama 18 tahun lebih lhoo, kalau manusia udah mau masuk kuliah aja. Jadi ceritanya beliau awalnya belajar selam di Unit Diving Trisakti, keterusan sampai akhirnya jadi profesi. Beliau jadi instruktur sejak tahun 2001. Waktu saya cerita ke Mario ternyata mereka saling kenal, ah dunia sempit.
Kelas kolam kami yang pertama dilakukan di hari Minggu, bulan Oktober 2013. Karena wet suit-nya belum diambil kami masih pakai baju renang saja. Pertama kalinya mencoba memasang BCD ke tabung, regulator, dll sendiri..asik. Setelah siap langsung ke pinggir kolam dan belajar cara nyemplung ke air. Deg degan seru. Jadi sebenarnya walau saya bisa berenang tapi kan saya orangnya panikan, haduh ga tau deh bagaimana ceritanya nanti di bawah sana.
Kami berempat perlahan – lahan masuk ke air, 5 meter saja, tapi turunnya berasa lama banget. Kempeskan BCD, bernafas perlahan dan jangan lupa equalize, pengalaman pertama bernafas di dalam air yang ternyata bikin tenggorokan kering. Hiks karena belum biasa kali ya. Di pengalaman pertama ini ternyata yang namanya equalisasi itu susah ya, padahal teorinya gampang, tutup hidung, tarik nafas panjang, mirip – mirip kalau kita lagi naik pesawat. Bolak – balik nyoba sampai akhirnya telinga saya ga sakit lagi.
Sampai di dasar kolam, ternyata ga mudah menjaga yang namanya neutral bouyancy. Beberapa kali kami bertiga bergantian naik ke atas hehe, Mas Yonatan bolak – balik narik salah satu dari kami yang naik ke atas. Ternyata kuncinya di nafas, harus teratur, panjang, perlahan dan dalam. Jangan buru – buru biar ga boros dan tenggorokan ngga kering.
Pelajaran selanjutnya adalah regulator recovery. Jadi ceritanya kita belajar bagaimana memasang kembali regulator yang terlepas di dalam air. Selalu Mas Yonatan akan memberi contoh dan kemudian satu – persatu kita mencoba. Melihatnya kok ya gampang ya. Helmy dan Wahyu sukses dan saya gagal hehehe, di percobaan pertama itu saya belum memasang regulator dengan benar, akhirnya air malah sukses masuk ke mulut, menghasilkan kepanikan dan buru – buru naik ke atas. Rasanya ga enak banget, sampai di atas akhirnya disuruh latihan dulu di surface, setelah PD saya turun lagi, mencoba lagi dan berhasil.
Setelah sukses di regulator recovery, selanjutnya kami belajar menggunakan Octopus atau alternate air source. Ceritanya udara kita habis dan kita harus minta kepada teman. Tidak terlalu susah ternyata, sambil mencoba memakai octopus kami belajar bergerak sambil berpegangan tangan.
Berikutnya yang lumayan mimpi buruk, mask clearing. Melihat contohnya sepertinya gampang, tapi prakteknya ternyata susah. Tapi alhamdulillah semua berhasil, hore.
Kelas kolam kedua kami lakukan hari Rabu di minggu yang sama, malam hari jam 7. Pelajaran pertama adalah melepas weight belt dan BCD di dalam air, kemudian memasangnya lagi. Tidak terlalu susah, semua lancar. Free flow regulator breathing juga sukses, semua bisa. Sampai akhirnya mask replacement, ini dia mimpi buruk selanjutnya. Sesuai namanya kita belajar bagaimana melepas masker di dalam air dan memakainya kembali. Wahyu mencoba pertama kali dan gagal sampai akhirnya Wahyu naik ke atas. Haduh tambah deg – degan aja, giliran kedua adalah saya, dan gagal juga. Susah sekali mask clearing setelah masker terpasang dan akhirnya saya ikut – ikutan naik ke atas. Setelah mencoba di atas saya turun lagi, mencoba dan bisa :D. Helmy juga bisa, sukses di percobaan pertama.
Kelas kolam ketiga baru kami lakukan di minggu terakhir November 2013, beberapa hari sebelum ke pulau. Saking lama jedanya berasa belajar lagi dari awal. Kali ini kami sudah pakai wet suit semua. Pelajaran kali ini mengenai bouyancy, kalau 2 pertemuan pertama udah susah, ternyata yang ini paling susah. Bolak – balik kami naik turun karena belum bisa bernafas dengan baik. Karena lagi pilek saya terpaksa berhenti latihan, mendadak telinga sakit sekali dan tidak bisa equalize.
Di akhir kelas kolam ini kami sama – sama saling menyalahkan, jadi sebenarnya siapa sih dulu yang ngajakin kursus diving :D. Sampai hari Jumat siang Wahyu masih bilang kalau dia males banget ke pulau, sama sih..sebenernya saya juga malas dan agak takut wkwkwkwk. Ga kebayang harus mengulang semua praktek di kolam di air laut. Tapi ya mau gimana lagi, beneran udah nanggung. Beberapa hari terakhir berusaha keras menyembuhkan pilek, minum panadol , redoxon dll. Semoga tidak pilek lagi hari Sabtu nanti.
Pingback: Blub Blub …. Tentang Diving, Cici Diving dan Akhirnya Diving Lagi - sereleaungu