MGN, Nepal, Wanderlust
comments 24

30+40 Jam Kathmandu-Jomsom-Kathmandu

Tema tantangan Mamah Gajah Ngeblog selalu menarik tapi terkadang bikin pusing, seperti tema Pengalaman Travel Berkesan yang maksimal 1250 kata. Susah ni Mamah :).

Travel in the earth and see how He makes the first creation, then Allah creates the latter creation; surely Allah has power over all things.

QS Al Ankabut :20

Seorang teman pernah bertanya : “May, ada ngga pengalaman spiritual sewaktu jalan-jalan ?” Kalau definisi spiritual adalah hal ghaib, saya tidak pernah mengalaminya. Tapi kalau terkait dengan hubungan makhluk dengan penciptanya, ada yang bisa saya ceritakan.

Agustus 2018

Saya dan keluarga mengunjungi Nepal untuk kedua kalinya. Sebetulnya musim panas bukan waktu yang ideal karena Nepal dilanda monsoon. Hujan, temperatur lebih panas dan sangat lembab.

Tapi area Mustang sangat ideal untuk dikunjungi saat monsoon season. Area ini dikenal sebagai Himalaya’s rain shadow karena terletak di sisi utara Himalaya. Jajaran pegunungan menghalangi hujan yang datang dari India dan Bhutan. Mustang di musim panas tetap kering.

A generalized cross section of the Himalayas showing Monsoon Action.
Source : The Weather and Climate of the Himalayas (himalayanwonders.com)

Saat itu kami tidak menggunakan guide. Saya meminta tolong kenalan – Mr. Himal untuk mengurus perijinan dan membelikan tiket bis Kathmandu ke Jomsom, titik awal trekking Lower Mustang. Kami mengenal beliau di tahun 2015 ketika kami trekking ke Annapurna Basecamp.

22 Agustus 2018

Mr. Himal menjemput di bandara dan kami menitipkan ransel di kantor beliau, lalu pamit jalan-jalan. Pukul 4 sore kami kembali ke kantor dan Mr. Himal mengantar ke terminal bis. Karena monsoon season, bis pariwisata tidak beroperasi, satu-satunya pilihan yang ada adalah bis umum.

Rute perjalanan kami menuju Lower Mustang, dimulai dari Kathmandu ke titik awal pendakian di Jomsom, via Beni

Beni berjarak ~300 km dari Kathmandu. Tapi karena jalan sempit dan berkelok-kelok, biasa ditempuh dalam 9-10 jam. Jarak Jomsom ~ 85 km dari Beni, dan lagi-lagi karena jalan sempit dan mendaki (ketinggian Jomsom 2700 m dpl atau setara dengan Dieng) biasa ditempuh dalam 5 – 6 jam. Idealnya, kami akan tiba di Jomsom tengah hari tanggal 23 Agustus 2018.

Mr. Himal, berjas hitam, memanggul ransel saya yang belum sempat di unwrap, beliau mengantar kami sampai ke dalam bis dan memastikan kami bisa duduk ~ 22 Agustus 2018, terminal bis Kathmandu.

23 Agustus 2018

Kami tiba di Beni pukul 7 pagi, Mr. Himal mengirim pesan menanyakan kabar, beliau khawatir karena semalam ada tanah longsor.

Kebetulan, hari itu bertepatan dengan ulang tahun pernikahan saya dan suami yang ke 10. Kami “merayakannya” dengan sarapan nasi goreng di dekat pasar. Lucu juga kalau di ingat-ingat, merayakan ulang tahun pernikahan di pelosok Nepal haha.

Selesai sarapan kami mencari info mengenai bis ke Jomsom. Pemilik rumah makan menyarankan untuk menunggu saja di tepi jalan, nanti akan ada bis lewat.

Loket tiket bis di Beni, semua tulisan dalam Nepali, untungnya orang Nepal cukup pandai berbahasa Inggris

Sekitar pukul 9 , bis yang dinanti tiba, bis kecil seukuran metromini. Harga tiket bis ke Jomsom 800 NRP per orang, atau ~ 100 ribu rupiah.

Bis kesayangan kami, si Orange yang akan membawa kami ke Jomsom dalam 5 eh 12 jam ke depan

Jalan aspal perlahan digantikan jalan makadam hingga akhirnya jalan tanah berlumpur. Sesekali bis berhenti, kenek turun mendorong bis, jalan sebentar lalu berhenti lagi. Di beberapa titik bis berhenti lama karena jalan tertutup tanah longsor.

Pemandangan biasa di sepanjang jalan, sebelah kiri adalah Sungai Gandaki. Jalan ke Jomsom menyusuri sungai besar ini

Awalnya kami mengobrol santai sambil menikmati pemandangan. Sampai suatu saat tiba-tiba bis hampir jatuh. Saya hanya terdiam, secepat kilat supir bis membanting stir dan kami kembali ke jalan. Penumpang lain tidak bereaksi, mungkin sudah biasa. Suami saya bilang tadi bis hampir masuk jurang. Ternyata di sebelah kanan ada jurang dalam, di bawah sana mengalir Sungai Gandaki yang berarus deras.

Peristiwa yang sama terjadi berulang-ulang. Sport jantung banget, sepanjang jalan saya bertasbih, berdoa. Pukul 10 malam kami tiba di Jomsom yang dingin dan sunyi, 30 jam saja dari Kathmandu.

Finally Jomsom, the journey was beautifully crazy

Tapi cerita belum selesai. Belajar dari pengalaman, kami memutuskan pulang naik pesawat. Setiap hari ada penerbangan dari Jomsom ke Pokhara dan konon pemandangannya sangat indah, 20 menit terbang di atas Pegunungan Annapurna.

Saya menggunakan cadangan US Dollar yang kami simpan untuk emergency situation. Untuk foreigner, tiket pesawat dijual dalam USD, 150 USD per orang, lebih mahal dari tiket PP KL ke Nepal.

28 Agustus 2018

Pukul 6 pagi kami sudah sarapan dan penuh semangat akan check out dari hotel, tetapi petugas bilang nanti saja, tunggu panggilan.

Pukul 8 pagi akhirnya ada panggilan dari bandara. Tapi ternyata kami diminta menunggu lagi. Konon di atas sana, di Annapurna hujan lebat.

Jomsom Airport, Mustang ~ 28 Agustus 2018

Kami menunggu dan saya masih berharap kami bisa terbang. Saya sudah memesan hotel di Pokhara, sudah terbayang rencana untuk berkeliling Pokhara sebelum kembali ke Kathmandu.

Pukul 11 diumumkan bahwa flight ke Pokhara dibatalkan karena cuaca buruk. Kami harus mencari alternatif transportasi. Kebanyakan turis menyewa jip. Harga sewanya cukup mahal, 25-35 ribu NRP, jip yang tersedia habis dengan cepat. Kami mencari taksi, tapi tidak ada yang berani. Akhirnya terpaksa kami kembali naik bis yang tiketnya 1000 NPR saja per orang.

Penerbangan kami ke Pokhara dibatalkan karena cuaca buruk

Long story short, perjalanan turun ternyata jauh mengerikan. Kalau ketika berangkat saya berdoa untuk selamat, ketika pulang saya berulang kali meminta maaf karena membawa Cici kesini. Ada perasaan ketakutan, takut mati. Entah berapa kali bis nyaris masuk sungai, dan saya hanya bisa memegang tangan Cici kuat-kuat dan berdoa.

Jalan turun menuju Beni, sebelah kanan tebing batu dan sebelah kiri jurang dalam dan Sungai Gandaki. Entah berapa kali kami melihat bangkai mobil atau bis tersangkut di tebing

Pukul 8 malam tapi kami masih di tengah hutan. Tiba-tiba bis meluncur cepat, lagi-lagi hampir masuk jurang. Entah tertahan apa, tapi yang pasti sedikit lagi bis akan jatuh. Saya sangat kaget, dan yang terpikirkan hanya turun dari bis. Penumpang lain juga berpikiran sama, kami beramai-ramai keluar. Supir bis berusaha mengembalikan bis ke jalur tapi sangat susah. Beliau menyarankan kami untuk menunggu di jalan atau berjalan ke desa. Bis perlu ditarik dengan truk , mungkin besok pagi menunggu ada truk lewat.

Kami memilih berjalan ke desa dan hanya membawa tas kecil yang selalu kami pegang. Ransel kami ada di bagasi, tidak memungkinkan diambil. Untungnya jaket, uang dan paspor ada di dalam ransel kecil. Kalaupun bis tidak selamat InshaAllah kami tetap bisa pulang.

bersama penumpang lainnya, istirahat, nongkrong di warung

Sekelompok pemuda Nepal yang ramah berjalan bersama kami. Bahkan salah seorang dari mereka menemani Cici sepanjang jalan, tabah sekali Cici berjalan di tengah hujan. Menjelang pukul 1 malam kami sampai di desa Myagdi, dan alhamdulillah ada satu penginapan membukakan pintu dan juga menyiapkan makan malam.

29 Agustus 2018

Pagi – pagi, para pemuda Nepal pamit, mereka akan berjalan ke Beni dan mencari bis ke Pokhara. Kami tidak ada pilihan selain menunggu bis. Bis yang kami tunggu-tunggu datang sekitar jam 12 siang. Supir dan kenek hanya tertawa melihat kami, kami ikut tertawa, mungkin mereka senang bisa bertemu kami lagi.

Dengan bis yang sama kami melanjutkan perjalanan sampai Kathmandu dan tiba tanggal 30 Agustus 2018 pukul 2 dini hari. Kami berpamitan dengan kenek dan supir bis, yang sekarang sudah seperti teman haha.

finally Kathmandu ~ 30 Agustus 2018

Dalam perjalanan menuju hotel saya berpikir betapa berat pekerjaan supir dan kenek bis, senantiasa mempertaruhkan nyawa. Malam itu mereka tidur di terminal, dan besok pagi kembali ke Jomsom. Semoga mereka baik-baik saja.

Alhamdulillah, Allah terasa dengan dekat. Terimakasih untuk Pak Supir, Kenek Bis, pemuda-Nepal, semua penumpang bis dan pastinya Popo dan Cici.

I think we had a wonderful journey together. Namaste !

24 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *