Jumat, 6 Juli 2012
6 jam perjalanan darat dari Padang, saya dan teman – teman tiba di Kayu Aro, sebuah kota kecil penghasil daun teh yang tersohor di Provinsi Jambi. Masih pagi sekali dan penghuni rumah di pinggir jalan tersebut menjadi sibuk karena kehadiran kami. Basecamp Kerinci sebutannya, rumah Heru yang entah sejak kapan menjadi rumah yang terbuka untuk semua orang yang ingin mendaki Kerinci. Pemandangan di rumah Heru sangat menawan, Gunung Kerinci tampak jelas dan gagah. Awesome.
Perkenalan saya dengan Johan Kerinci di salah satu situs jejaring sosial membawa kami ber – 10 ke rumah ini. Bertegur sapa, berkenalan dan resmilah kami menjadi “anggota baru” keluarga ini. Pagi yang ramai, berkenalan dengan teman – teman baru, berbelanja ke pasar, packing, hingga berjalan – jalan ke Air Terjun Telun Berasap yang cantik.
Malam yang singkat, lampu sempat padam sebentar, dan kami bergegas tidur. Di dapur masih ramai, Ibu-nya Heru dan Johan sibuk memasak. Mempersiapkan bekal kami untuk mendaki esok hari.
Sabtu, 7 Juli 2012
Pagi hari yang sibuk. Antri ke kamar mandi, lagi – lagi packing dan sarapan pagi : nasi goreng telor ceplok buatan Ibu Heru. Bekal makan siang sudah siap : nasi bungkus dengan sambal kentang, dendeng dan sambal tentunya. Siap dibawa.
Mobil sewaan kami telah menunggu di depan rumah. Siap membawa kami ber-16 hingga batas hutan. 15 menit saja perjalanan dari Base Camp ke batas hutan, melewati perkebunan teh Kayu Aro yang cantik.
Hari ini kami akan mendaki Atap Sumatera, Gunung Kerinci. Gunungapi tertinggi di Indonesia, sekaligus puncak tertinggi di Pulau Sumatera. Gunung yang termasuk ke dalam kawasan konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan merupakan habitat Harimau Sumatera (Sumatran Tiger) dan Badak Sumatera (Sumatran Rhinoceros) yang hampir punah.
Kerinci merupakan salah satu gunungapi yang aktif, hampir setiap tahun menunjukkan gejala erupsi. Saya teringat pelajaran Volkanologi dulu, tentunya Kerinci adalah gunungapi tipe A. Letusan terakhirnya terjadi pada tahun 2004 dan hingga kini terus – menerus mengeluarkan asap belerang.
Seperti biasa kami mendaki dalam kelompok kecil, beberapa teman dari Basecamp telah berjalan mendahului kami. Mereka membantu membawakan tenda, logistik makanan dan lainnya untuk kemudahan kami. Seperti biasa saya menggendong Cici, Helmy membawa carrier dan kami berada di urutan belakang, perlahan berjalan melewati Pintu Rimba, beristirahat di Pos 1, Pos 2, Pos 3 dan akhirnya menjelang jam 1 siang kami tiba di Shelter 1. Makan siang.
Jalur dari Pintu Rimba menuju Shelter 1 tidak terlalu sulit. Cukup landai, hutan hujan tropis dan sepanjang perjalanan kami ditemani paduan suara Owa. Cici bahkan sempat berjalan sendiri dari Pos 3 menuju Shelter 1 dan saya sempat membawa carrier ketika Cici berjalan kaki. Kami sekeluarga menjadi rombongan terakhir yang tiba di Shelter 1, diikuti oleh Dayak, Ian dan Anis.
Di Shelter 1 seluruh tim berkumpul, dan pertama kali saya berkenalan dengan Andi Katoh yang kemudian kami panggil dengan sebutan Om Atlet. Beliau sangat kuat, sesore itu beliau sudah tiba di Shelter 3 dan kembali ke Pos 3 untuk membawa barang kami yang lainnya. Superb.
Perjalanan ke Shelter 2 cukup sulit, saya kembali menggendong Cici dan Helmy membawa daypack. Jalurnya menanjak, banyak rintangan dan di tengah jalan turun hujan. Kami mulai terpisah – pisah. Saya sangat lelah, tapi tidak ada pilihan untuk berhenti disini. Di belakang kami Dayak jauh terpisah.
Jam 7 malam kami tiba di Shelter 2, hujan turun sangat deras. Helmy mulai berteriak – teriak memanggil Johan, minta bantuan untuk me-rescue Dayak yang jauh di belakang, tidak membawa senter dan jas hujan. Tak mau menunggu lama kami melanjutkan perjalanan ke Shelter 3.
Hujan deras, dan Cici tertidur pulas di gendongan. Jalur menuju Shelter 3 sangat terjal dan sulit, jalur sempit bekas aliran air. Sesekali kami harus memanjat, jalan berlumpur dan menjadi sangat licin.
Setengah perjalanan ke Shelter 3 akhirnya bantuan datang. 2 orang temannya Johan datang membawa teh hangat, nikmat sekali. Di situ saya menyerahkan Cici ke Helmy, dan meminta 2 orang tersebut menyusul Dayak yang jauh di belakang.
Jam 8 malam, hujan lebat, baju basah kuyub tanpa raincoat. Badai dan tidak tahu medan. Tidak ada pilihan lain kecuali berjalan. Saya sangat khawatir Cici kedinginan dan kena hypothermia. Yang ada di kepala saat itu hanyalah terus berjalan dan tiba di camp.
Jam 8.30, tibalah kami di Shelter 3 . Tenda sudah berdiri di tengah badai dan hujan deras. Cici saya serahkan kepada Nancy dan Valen yang sudah tiba terlebih dahulu. Saya bergegas berganti baju di tenda sebelah, dingin, mati rasa. Tenda kami berantakan, tapi cukuplah untuk malam itu. Saya, Cici dan Helmy berkumpul kedinginan, haus dan lapar. Badai di ketinggian 3400 mdpl.
Tak berapa lama Dayak tiba, alhamdulillah lengkaplah tim kami. Rupanya Dahlan dan Alfin tiba pertama kali, sekitar jam 7. Saat itu hujan sudah turun, repot sekali mereka mendirikan tenda, mencari baju ganti di kegelapan sambil resah menunggu teman – teman yang lain. Untunglah kami bisa tidur di tenda malam itu.
Minggu, 8 Juli 2012
Hari istirahat, badai berlalu dan Shelter 3 berubah menjadi camp pengungsi. Baju basah dijemur, tenda diperbaiki, dapur umum mulai bekerja. Pemandangan indah di depan mata. Hari yang sempurna.
Senin, 9 Juli 2012
Summit attack. Jam 4.30 kami meninggalkan tenda. Saya kembali menggendong Cici yang masih tertidur pulas. Cuaca cerah. Jalur menuju puncak tidak terlalu sulit, terjal tapi bukan pasir halus. Musuhnya hanya satu, asap belerang yang membuat mata perih. Lagi – lagi seperti di Rinjani, Helmy tidak yakin bila Cici kuat hingga puncak. Tapi pagi itu saya bersikeras, Cici pasti bisa.
Anak 3 tahunku kedinginan, tapi dia memakai jaket dan kaus kaki yang cukup hangat. InshaAllah dia bisa mencapai puncak. Heru membantu saya menggendong Cici dari Tugu Yuda ke puncak, jaraknya sudah sangat dekat, 15 menit saja mendaki.
Jam 8 pagi, Dahlan dan Alfin menyambut kami di puncak. Om Atlet, Johan, Heru, Helmy, Valen, Nancy dan Ian. Kami sempat berfoto – foto sebentar, kabut menyelimuti kaldera Kerinci. Inilah puncak 3805 mdpl itu. Puncak gunung yang kedua untuk Cici, di atap Sumatera.
Selasa, 10 Juli 2012
Tengah malam di Basecamp Kerinci. Cici dipangku Ibu Heru di pojok dapur, segelas teh hangat digenggamnya erat. Saya sudah mandi, berganti pakaian dan ikut duduk di kehangatan dapur. Obrolan penuh tawa memenuhi dapur. Satu perjalanan telah usai.
Gunung Kerinci adalah puncak gunung tertinggi di Pulau Sumatera. Gunung ini terletak di Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Kayu Aro dapat ditempuh melalui jalan darat selama +/- 8 jam dari kota Padang atau Jambi. Padang lebih banyak dipilih karena alternatif penerbangan yang lebih banyak dan jalan darat yang relatif lebih baik. Di Kayu Aro terdapat beberapa homestay yang dapat disewa sebelum pendakian, beberapa homestay juga menyediakan guide dan paket pendakian. Tarif porter berkisar IDR 250,000 per hari plus makan dan rokok. Bahan makanan dapat dibeli di Pasar Kayu Aro dan juga toko toko kelontong. Tingkat kesulitan Gunung Kerinci cukup tinggi (our scale : 8 scale of 10), sebaiknya persiapkan diri sebaik mungkin, baik fisik, mental dan juga perlengkapan pendakian.
Pingback: Mengapa Mendaki Gunung - sereleaungu
Pingback: Suka-duka Menjadi EO - sereleaungu
Pingback: Belajar Memasak Makanan Thailand di Bangkok - sereleaungu