Happiness is A Cup Full of Tea

23 Januari 2020

Pukul 4 dini hari, hari pertama kami di India, pagi yang dingin di bulan Januari. Kami sekeluarga baru saja tiba di Agra, the city of the Taj Mahal.

Tadi malam kami tiba di India pukul 10.30. Pesawat kami tepat waktu tapi antrian imigrasi di Jaipur International Airport luar biasa panjangnya. Menjelang tengah malam kami baru bisa keluar bandara dan bertemu dengan Mr. Nawang, driver mobil sewaan yang akan mengantar kami ke Agra. Jarak Jaipur – Agra sekitar 237 km, perjalanan lintas negara bagian, Rajashtan menuju Uttar Pradesh. Di luar sangat gelap, saya memilih menyambung tidur dan baru terbangun ketika mobil kami sudah memasuki Agra.

Kota Agra masih sepi dan gelap gulita, setelah berputar – putar tanpa tujuan, numpang toilet di backpacker hotel dan tertipu McDonald lampu menyala tapi tutup, akhirnya Mr. Nawang bertanya : Do you like tea ?. Tentu kami menjawab yes, dan Mr. Nawang memberhentikan mobilnya di depan sebuah kedai teh. Kami diajaknya turun dan beliau mempersilakan kami duduk di satu-satunya bangku panjang yang ada.

Adithya Chai – Agra

Kedai teh itu kecil saja, sangat sederhana tapi ramai. Beberapa Bapak tua berselimut kain berdiri menikmati Chai sambil berdiri mengelilingi meja kecil tempat chai diracik, sekaligus mendekati sumber kehangatan dari tungku tempat memanaskan Chai. Adithya – Chai Wallahs, alias barista chai sekaligus pemilik kedai ramah menyambut kami. Dan seperti biasa dia terkejut mengetahui kami berasal dari Indonesia, negara yang sangat jauh.

Bergegas Adithya menyiapkan chai untuk kami, segelas kecil dalam gelas tanah liat. Rasanya luar biasa, campuran susu dan rempah yang pas, tidak terlampau manis, pas untuk pagi hari di musim dingin. Januari adalah bulan terdingin di Agra, dengan rata-rata temperatur yang hanya 10 derajat Celcius saja. Memang sesuai untuk nongkrong di kedai Chai.

Chai dalam gelas tanah liat

Tanpa diminta, dengan bahasa Inggrisnya yang fasih, Adithya bercerita tentang kedai teh-nya yang buka sepanjang hari, sepanjang tahun, tanpa libur. Kedai yang selalu ramai, tidak pernah sepi. Harga satu gelas Chai hanya 15 Rupee (~ IDR 3000) saja. Tidak pernah naik harga, walau ia mengeluhkan harga green cardamom yang terus naik. “Berapa harga cardamom di Indonesia” ? tanya Adithya. Pertanyaan yang sayangnya tidak bisa saya jawab.

Chai yang terus-menerus dipanaskan, sesekali ditambahkan aneka rempah dan susu

Adithya pun berbagi resep chai tea-nya : goat milk, jahe parut, gula, kayu manis, fennel dan pastinya green cardamom yang mahal itu. Seorang asisten-nya bekerja memarut jahe, tak berhenti, seperti Adithya yang setiap saat harus menambahkan susu ke kuali panas yang terus menerus dipanaskan. Pengunjung pun memainkan perannya, datang dan memesan chai tanpa henti, ada yang duduk sebentar dan mengobrol, ada yang membeli dan langsung pergi, ada juga yang seperti kami yang nonkrong dari tadi.

Oya, kedai Adithya ga kalah dengan Starbucks lho, mengetahui kami tidak memiliki nomor lokal India ia menawarkan koneksi internet dari handphone-nya, bahkan menanyakan account Facebook dan menambahkan kami ke dalam kontak pertemanannya. Foto bersama, upload and tag :).

Facebook mempersatukan kita

Orang India memang tidak bisa dipisahkan dari Chai. Setidaknya 2-4 gelas sehari, pagi atau petang, atau kapanpun sepanjang hari. Kedai Chai juga berfungi seperti Starbucks – tempat bersosialisasi. Pelanggan datang dan pergi, membawa kabar baik, kabar buruk, gossip atau duduk sejenak untuk bercerita dan berdiskusi.

Chai sendiri berasal dari Bahasa Hindi yang berarti teh, tapi asal katanya berasal dari Bahasa China : “cha“. Awal mulanya Chai dibuat untuk pengobatan, no caffeine yang berasal dari teh, karena saat itu teh yang berasal dari China sangat mahal. India mulai meminum teh yang berasal dari daun teh ketika Inggris menjajah India dan membuka area perkebunan teh di India Utara.

Sebetulnya tidak ada aturan pakem untuk membuat Chai, resep Chai sangat bervariasi. Ada yang menambahkan kayu manis, ada juga yang tidak menambahkan gula, Chai sangat versatile. Satu-satunya persamaan adalah pemakaian rempah-rempah yang banyak. Rempah-rempah Chai sangat banyak khasiatnya, seperti green cardamom yang mengandung Vitamin C dosis tinggi, anti oxidant, dan anti bakteria. Chai dipercaya sebagai minuman yang sehat, dapat membantu menurunkan tekanan darah sampai meningkatkan daya ingat.

Tak heran orang India bilang Chai adalah jawaban terbaik untuk semua persoalan. Happiness is a cup full of tea.

happiness is a cup full of tea

24 Comments on “Happiness is A Cup Full of Tea”

  1. wow, teh. Pengalaman yang sangat berharga! Benar-benar traveller dunia, aku suka baca tulisan-tulisannya.. ini mah di Indonesia mirip susu jahe gitu yah. Jadi ngerti deh chai itu apa sebenarnya, suka liat udah tipe celup di supermarket tapi gak pernah betul-betul paham.

    1. wah di Utrecht ada yang versi celup ya, pas tuh buat nanti winter 🙂
      Makasih udah mampir ya, alhamdulillah rezeki tinggal di KL, ada Air Asia murah meriah hihi

  2. baca deskripsi rempahnya, aku bisa merasakan aroma warungnya dan merasakan kehangatan badan setelah meminumnya…

    aku belum pernah ke India, apalagi ke Taj Mahal, tapi sepertinya teh rempahnya ada versi celup ya, kalau ga salah aku pernah minum di rumah teman yang suka travel ke India. aroma dan rasanya enaaaaak deh, versi asli pasti lebih enak lagi

    1. nah itu dia, harusnya ada kan teh rempah celup. Dulu juga pengen banget beli buat dibawa pulang, tapi dah nyari – nyari ga nemu. Akhirnya dulu beli teh bubuk sama rempah-rempah aja. Yang versi India enak karena ga terlalu manis, dulu pernah dikasi teman oleh-oleh Chai powder (sachetan) dari US, tapi manis banget..emang enak yang asli India hehe.

  3. Ohh chai ini enak banget pastiii… Baca ramuannya langsung berasa harumnya rempah itu.. Paling mentok di sini minum chai ala ala di warung roti canai dekat rumah hehe.. Terima kasih banyak sharingnya teh, ini pengalaman traveling yang aku suka, ga cuma gemerlap tempat wisatanya, pertemuan dengan penduduk setempat lah yang menjadikan pengalaman lebih kaya

    1. Makasih udah mampir Patricia, ini obat pelipur lara di kala kangen ngebolang, nulis biar ingat lagi dan happy 🙂
      Chai sebenernya mirip susu jahe hehe, tapi lebih banyak rempahnya, enak memang kalau dingin – dingin.

    1. Makasih udah mampir ya Yuli, masih banyak nih cerita India, InshaAllah nanti pengen ditulis semua, biar ga lupa juga.

      Chai sebenernya mirip teh-nya orang Sulawesi, saraba namanya. Cuma bedanya saraba pakai santan, tapi dulu pertama minum Chai langsung ingat Saraba ini.

  4. Wah tulisan-tulisan May lintas dunia ya, waktu itu tentang pernikahan sederhana di Vietnam, dan sekarang adalah kuliner salah satu food street di India.
    Saya catat niy resep Chai-nya, ehehe. Ada goat milk, jahe parut, gula, kayu manis, fennel, dan green cardamom. Kebetulan semua bahannya barusan saya search ada di Tokopedia. Pingin nyoba bikin sendiri jadinya. Ehehe.

    Btw, ini penyajiannya higienis ya May? Maksud saya, hal umum yang terdengar mengenai food street di India adalah cara mereka menyajikan makanan dan minumannya, tidak bersih.

    “Orang India memang tidak bisa dipisahkan dari Chai. Setidaknya 2-4 gelas sehari, pagi atau petang, atau kapanpun sepanjang hari.” ——> hhmmm saya wondering, apakah ini rahasia para orang (wanita) India memiliki rambut yang sehat, hitam, dan tebal, plus berkilau?? Ehehe.

    1. Waktu itu sebetulnya ga bisa lihat sekitar warung karena gelap gulita, jadi sebenarnya ngga tahu juga bersih atau ngga hehe. Tapi di warung Adithya ini mereka pakai gelas sekali pakai (paper cup atau yang teracota) jadi kami merasa cukup aman, dan Chai-kan memang dipanaskan sampai mendidih ya, seharusnya kalau ada kuman udah mati hehe, alhamdulillah kami baik – baik aja waktu itu.

      Soal makan minum di India memang harus hati-hati umumnya memang kurang bersih. Supir kami selalu mengingatkan jangan minum dari water jar yang ada di meja restaurant, karena itu air mentah. Jadi kami selalu minum air kemasan, makan di rumah makan yang kelihatan bersih, walaupun ada juga sesekali makan di pinggir jalan.

      Sepertinya rempah-rempah memang salah satu rahasia mereka, dan untuk rambut mereka pakai minyak kelapa juga, ini dulu dikasi tahu Ibu yang ketemu di jalan.

  5. Wah seru pengalamannya teh. Memang yang terbaik merasakan jamuan dari negeri asal langsung ya. Kebayang rasa rempahnya. Aku suka sok2an buat Chai di rumah, modal pandan, jahe, teh dan susu kental manis 🙂

    1. iya Teh, alhamdulillah, banyak pengalaman seru di India. Nah udah enak tuh Chai-nya, apalagi diminum sore-sore pas hujan, jangan lupa pisang gorengnya 🙂

  6. Aku suka banget tulisan tulisan Teteh tentang traveling karena pengalaman yang dituliskan nggak biasa. Paling suka baca tulisan tulisan begini karena jadi menambah wawasan. Memang saat traveling yang berharga itu pengalaman melihat masyarakat di tempat berbeda.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *