Tentang Bahasa dan Pengalaman Berbahasa

Halo semua ! Ini adalah tulisan saya yang pertama untuk Tantangan Mamah Gajah Ngeblog. Senang sekali akhirnya bisa ikut berpartisipasi.

Tema tantangan bulan September 2021 adalah Pengalaman Berbahasa Seumur Hidup. Tema yang sangat menarik sekaligus menantang. Pastinya akan banyak cerita menarik yang dibagikan oleh para mamah member MGN.

Bahasa sebagai alat berkomunikasi dan identitas

Menurut KBBI – Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi bahasa secara linguistik adalah sistem lambang bunyi arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Sesuai dengan definisi tersebut, sejatinya bahasa adalah alat berkomunikasi dan identitas sebuah negara atau kelompok.

Indonesia memiliki bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia yang digunakan sebagai alat berkomunikasi, identitas kita sebagai orang Indonesia. Tetapi kita memiliki juga bahasa daerah yang dalam lingkup kecil juga memiliki fungsi yang sama. Bahasa Sunda banyak dipakai di daerah Jawa Barat, sebagai alat berkomunikasi dan identitas Suku Sunda.

Dengan adanya Bahasa Indonesia, bahasa daerah dan banyak juga orang Indonesia yang mampu berbahasa asing, Indonesia menempati peringkat pertama negara trilingual, yaitu negara yang penduduknya menggunakan kombinasi tiga bahasa untuk berkomunikasi. Data tersebut berdasarkan riset SwiftKey Keyboard yang saya kutip dari situs ini. Indonesia juga menempati peringkat ketiga negara bilingual, karena 57.3 persen penduduknya menggunakan kombinasi dua bahasa untuk berkomunikasi.

Keren ya Mah, dan saya yakin member MGN adalah bagian dari statistik tersebut. Berapa bahasa yang Mamah kuasai ?

Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah

Saya lahir dan besar di Bandung. Bahasa pertama yang saya pelajari adalah Bahasa Indonesia karena sehari – hari kami berbahasa Indonesia di rumah. Kenapa bukan berbahasa Sunda ? karena kebetulan ibu saya berasal dari Palembang dan ayah saya berasal dari Jawa. Walaupun bisa berbahasa Jawa tapi ibu saya memilih untuk mengajarkan Bahasa Indonesia saja.

Tapi sayangnya akhirnya saya tidak bisa berbahasa Palembang ataupun Bahasa Jawa. Sejauh ini hanya sampai pada tahapan mengerti tapi tidak bisa/takut berbicara karena kurang memahami tingkatan bahasa. Selain itu, walaupun tinggal di Bandung, awalnya saya juga tidak bisa berbahasa Sunda. Lagi – lagi karena takut salah berbicara.

Perjalanan hidup memberi saya kesempatan mengikuti KKN ITB di pedesaan Garut. Saya tinggal di rumah penduduk di Desa Samarang selama hampir 3 bulan, waktu yang cukup untuk saya mempelajari Bahasa Sunda yang baik dan benar. Kebetulan teman serumah saya orang Sunda asli yang berbicara sangat halus, dan kami tinggal di rumah Kakek Nenek yang juga berbicara Sunda halus.

Bahasa Inggris

Perkenalan saya dengan bahasa asing dimulai ketika saya duduk di bangku SD. Kebetulan di sekolah saya ada pelajaran Bahasa Inggris. Saya sangat menyukainya walaupun Ibu Irene – guru Bahasa Inggris, terkenal sangat galak strict. Beliau adalah guru pertama yang memberi kunci untuk melihat dunia, mempelajari bahasa asing. Berkat Ibu Irene juga saya mulai membaca buku-buku anak berbahasa Inggris, kebiasaan baik yang lama-lama berkembang ke novel dan literatur Bahasa Inggris. Terimakasih Ibu.

Kemampuan berbahasa Inggris ini ternyata sangat membantu ketika mencari kerja dan harus menghadapi interview. Walaupun ga jago-jago amat, kosa kata terbatas, grammar acak-acakan, tapi alhamdulillah saya survive dalam interview – interview tersebut. Bahkan ada salah satu perusahaan yang proses interview-nya sampai 9x, dan alhamdulillah saya bisa lolos.

Bahasa Perancis

Perjalanan hidup berikutnya memberi saya kesempatan untuk bekerja di perusahan asing milik Perancis. Saat itu saya mendapat kesempatan untuk belajar Bahasa Perancis selama hampir 3 tahun, gratis karena disediakan oleh perusahaan. Dua kali seminggu dengan tekun saya mempelajari Bahasa Perancis. Sebetulnya tidak wajib tapi sangat disarankan. Sebagian besar rekan kerja saya dan terutama atasan berasal dari Perancis. Sebagai negara dengan kultur bahasa yang kuat, mereka sangat mencintai bahasa mereka. Sampai-sampai diskusi teknis dengan headquarter-pun ada yang menggunakan Bahasa Perancis. Mau karir maju cepat ? belajar-lah Bahasa Perancis.

Gara – gara Bahasa Perancis ini saya pernah masuk TV lho. Jadi ceritanya salah satu TV Perancis – France 3 memiliki program Thalassa – Le Magazine de la mer. Program ini menayangkan liputan tentang kehidupan di laut dan kota di sekitarnya. Mereka pernah melakukan liputan di Biarritz (kota pantai di perbatasan Spanyol dan Perancis), Madagaskar, Sydney dan masih banyak lagi. Kebetulan saat itu mereka datang ke Balikpapan untuk membuat liputan tentang kota minyak. Termasuk mengenai orang – orang yang tinggal dan bekerja di kota ini, community development, Delta Mahakam, dan tentunya pantai Balikpapan yang indah.

Saya dan beberapa orang teman kantor kebagian peran jadi artis. Meeting room kami disulap jadi ruang syuting dan para krew meliput kegiatan morning meeting kami. Setiap pagi kami menerima data dari rig site, meeting dan berdiskusi. Sesi kedua adalah sesi interview. Selain para senior ternyata saya kebagian di interview juga. Pertanyaanya seputar opini mengenai Balikpapan, kenapa saya memilih menjadi Geologist, kenapa mau tinggal di Balikpapan, dan maukah saya ditugaskan ke Nigeria (yang langsung saya jawab oui, bien sure). Pengalaman yang seru walaupun akhirnya kami tidak pernah lihat liputannya haha.

bersahabat baik dengan boss saya dulu – Kakek Michot yang orang Perancis tulen

Singkatnya saya cukup menguasai Bahasa Perancis, menyukainya bahkan bisa survive ketika business trip ke Paris karena tidak perlu bolak-balik bertanya : “Vous parlez anglais?” (bisakah kamu berbicara Bahasa Inggris ?).

Sayangnya perlahan saya melupakan bahasa cantik yang pernah saya pelajari itu setelah pindah kerja dan kembali menggunakan Bahasa Inggris untuk keperluan pekerjaan. Tapi sekarang saya mulai belajar lagi lho, awalnya karena putri saya-Cici belajar Bahasa Perancis di sekolah. Saya perhatikan kok seru ya, akhirnya saya mulai membuka buku lagi, pinjam punya Cici.

Bahasa Inggris – Scottish Accent

Episode berbahasa berikutnya adalah Bahasa Inggris dengan aksen Scottish. Selepas perusahaan Perancis saya bekerja di perusahaan asing milik Inggris. Banyak rekan kerja dan atasan berasal dari Inggris, tepatnya Scotland. Orang-orang Scottish berbicara Bahasa Inggris dengan aksen yang kental dan slang yang susah dimengerti. Awalnya saya tidak mengerti sama sekali, pernah saya mengikuti sebuah training dengan pengajar yang berasal dari Scotland, dan saya tidak mengerti .

Tapi alah bisa karena biasa, kebetulan saya mendapat mentor orang Scottish yang doyannya ngomong, karena terpaksa akhirnya sedikit demi sedikit saya bisa memahami aksen mereka yang unik. Bahkan sampai sekarang saya sangat menyukai Scottish accent ini, padahal dulu seperti mendengar orang kumur – kumur. Sekarang entah kenapa terdengar indah haha.

Manglish – Bahasa Melayu

Beberapa tahun setelah episode Bahasa Perancis dan Scottish English, saya dan keluarga pindah ke Malaysia. Sehari -hari kami menggunakan Bahasa Indonesia di rumah. Cici bisa berbahasa Indonesia, cukup lancar karena memang bahasa pertama Cici adalah Bahasa Indonesia, Cici baru bisa berbahasa Inggris ketika sekolah di Malaysia, waktu itu masih umur 5.5 tahun. Tapi lama-kelamaan Cici lebih banyak menggunakan Bahasa Inggris, terutama ketika Cici ingin mengungkapkan pendapatnya. Kosa kata Bahasa Indonesia Cici terbatas dan saya akui memang kurang berkembang karena Cici jarang membaca buku Bahasa Indonesia dan hanya berbicara Bahasa Indonesia dengan kami dan keluarga.

Tidak seperti Cici (yang terbiasa menggunakan bahasa Inggris yang baik dan benar dengan British aksen), di kantor saya menggunakan campuran Bahasa Inggris, Bahasa Melayu dan Manglish (Malaysia English). Mungkin Mamah lebih familiar dengan istilah Singlish (Singapore English), nah Manglish ini kurang lebih sama.

Gambar di atas adalah contoh Manglish, learning to say yes in a Malaysian way. Saya biasa menggunakannya ketika berbicara dengan teman-teman Malaysian Chinese. Sarat dengan penggunaan akhiran yang berfungsi untuk menegaskan. Akhiran ini akan sedikit berubah ketika saya berbicara dengan teman-teman Melayu, contohnya seperti ini :

Questioning

Bahasa Melayu : ya ke ?

Manglish : ya kah ?

Setelah 8 tahun tinggal di negeri jiran, menurut pendapat teman-teman Malaysia, kemampuan berbahasa Melayu dan Manglish saya cukup baik. Awalnya dulu saya sempat ragu-ragu dan takut salah, sehingga saya selalu berusaha berbahasa Inggris. Tapi lama kelamaan saya terbiasa, tidak jarang orang menyangka saya berasal dari Sabah karena logat Sabah sangat mirip dengan Indonesia. Bahkan di CV saya sudah berani mencantumkan kemampuan Bahasa Melayu saya dalam tahapan professional working proficiency – able to speak the language with sufficient structural accuracy and vocabulary to participate effectively in most conversations on practical, social, and professional topics.

Kemampuan berbahasa Melayu dan Manglish cukup membantu saya dalam urusan pekerjaan atau sekedar berkomunikasi dengan supir grab atau Makcik pedagang nasi lemak. Tetapi ternyata ada juga dampak negatifnya. Sekarang saya mengalami kesulitan untuk menulis dan berbicara dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar, ada banyak kosa kata yang terlupakan atau tergantikan dengan Bahasa Melayu atau Manglish.

Untuk berkomunikasi secara tertulis dalam email atau WhatsApp sebetulnya masih cukup baik, tapi lain ceritanya ketika saya harus berbicara dalam Bahasa Indonesia, kacau balau. Terkadang memang saya akan menggunakan kosa kata Bahasa Melayu, atau lebih parahnya saya akan terdiam lama untuk mencari kata yang tepat dalam Bahasa Indonesia. Mengutip Risna, karena semakin jarang digunakan, ada kata – kata dalam Bahasa Indonesia yang hilang dari ingatan

Selain itu Mamah tentu tahu kan bagaimana logat Bahasa Melayu, seperti dalam film Ipin dan Upin itu. Saya memang tidak mempunyai logat tertentu, misal logat Sunda atau logat Jawa yang kental. Tapi saya sangat mudah menyesuaikan logat saya dengan lawan bicara. Jadi mudah ditebak, ketika berkumpul bersama teman-teman Melayu, logat saya akan jadi Melayu banget. Kadang – kadang secara tidak sadar sekarang saya mulai banyak menggunakan kosa kata Bahasa Melayu juga di rumah, misalnya : “Ci, Bunda mau rehat dulu ya”. Rehat berarti istirahat.

Bahasa Melayu dan Manglish ini juga berpengaruh ke Bahasa Inggris saya, bukan masalah kosa kata tapi masalah penggunaan akhiran seperti : lah, eh, ya atau ah dan mencampur kosa kata Bahasa Melayu dengan Bahasa Inggris. Contohnya seperti ini :

Percakapan dengan teman di kantor tentang boss baru :

Eh, who is our new boss ah ? “ dan jawabannya adalah : “I tak tahu lah

Percakapan dengan tetangga untuk pembayaran ikan :

May, you can transfer or touch n go to me ya, dan jawaban saya : Ok, I will bank in a bit late this afternoon ya.

Entah kenapa belakangan cukup sering saya menggunakan akhiran-akhiran tersebut, bukan hanya di obrolan sehari-hari tapi juga dalam diskusi atau bahkan presentasi resmi. Saat presentasi resmi saya cukup bisa menahan diri, kecuali lawan bicara mulai menggunakan akhiran-akhiran, biasanya saya akan terbawa arus juga. Untungnya (orang Indonesia banget kan saya) ini bukan sesuatu yang dianggap negatif, karena memang hampir semua orang akan menggunakannya. Beberapa expatriat dari India pun saya amati sudah terkena fenomena yang sama, kami menyebutnya : dah Malaysia betul haha.

Bahasa adalah kunci melihat dunia

Sebagai penutup saya ingin bercerita mengenai bahasa sebagai kunci melihat dunia. Saya sangat setuju dengan ungkapan ini. Kemampuan berbahasa daerah atau berbahasa asing banyak sekali manfaatnya. Sebagai jembatan dan alat bantu berkomunikasi, mendekatkan kita dengan lawan bicara dan pastinya membuka banyak kesempatan seperti membaca buku, menonton video/tayangan dalam bahasa aslinya atau masuk TV seperti cerita saya.

Saya sangat bersyukur, Ibu Irene-guru SD saya, memperkenalkan saya dengan Bahasa Inggris, bahasa yang saat ini paling banyak digunakan di dunia. Bukan hanya urusan sekolah dan pekerjaan, kemampuan berbahasa Inggris sangat membantu ketika saya melakukan perjalanan-perjalanan di luar negri. Banyak sekali cerita menarik yang saya dapatkan dari orang lokal atau sesama pejalan karena kami berbicara bahasa yang sama. Seperti cerita tentang chai tea yang saya dapatkan dari perjalanan saya ke India. Bahasa menjadi kunci saya untuk melihat dunia.

Tapi, di tengah trend berbahasa Inggris saat ini, ada pekerjaan rumah besar untuk kita semua. Bukan hanya untuk kita sebagai orang tua tapi juga untuk anak-anak kita, generasi muda penerus harapan bangsa. Tidak ada yang salah dengan mempelajari bahasa asing, tapi jangan sampai melupakan bahasa persatuan kita, Bahasa Indonesia.

Satu pelajaran yang saya dapat di Malaysia, banyak sekali teman saya – keluarga muda yang mengajarkan anak-anaknya Bahasa Inggris sejak bayi. Ini berlaku untuk semua Malaysian – Chinese, Indian atau Melayu. Dampaknya saya perhatikan sangat masif, jarang sekali saya temukan anak-anak Malaysia yang bisa dan mau berbahasa Melayu. Setidaknya ini saya perhatikan di lingkungan pertemanan Cici dan teman-teman saya, sesama anak Malaysia lebih memilih berbahasa Inggris. Tentunya kita tidak ingin fenomena ini terjadi di Indonesia kan walaupun sekarang sudah dikenal fenomena Bahasa Jakarta Selatan yang literally mencampur Bahasa Indonesia dengan Bahasa Inggris,

diambil dari sini

Selain itu, pelihara bahasa daerah kita, minimal bisa memahami. Saya sangat jarang berbahasa Sunda sekarang, tapi masih mengerti dan bisa menggunakannya kalau perlu. Kemampuan berbahasa daerah ini sangat membantu juga untuk cepat beradaptasi dalam suatu kelompok atau komunitas. Seperti pepatah : Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Kemampuan berbahasa daerah membantu kita mempelajari adat- istiadat dan kebiasaan yang berbeda dan pastinya membuat kita merasa menjadi bagian dari kelompok yang sama.

Sekian dulu cerita saya kali ini ya Mah, jumpa lagi di tantangan MGN berikutnya.

Ps. Jumpa lagi tentunya bukan Bahasa Indonesia haha. Ini Bahasa Melayu, artinya sampai bertemu lagi, pendak deui, see you again, a bientot.

4 Comments on “Tentang Bahasa dan Pengalaman Berbahasa”

  1. teh may … aku suka baca artikel ini : keren
    menang didoain he3 …

    salam hangat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *