Thought
comments 15

Movie Review – MAID

Bulan Oktober ini ada American Drama baru tayang di Netflix, Maid. Ceritanya berdasarkan memoir Stephanie Land yang berjudul Maid : Hard Work, Low Pay and a Mother’s Will to Survive.

Awalnya saya tidak berencana nonton di hari kerja karena saya punya penyakit penasaran akut. Saya tahu saya tidak akan bisa menunda menyelesaikan nonton film seri. Betul saja, alhamdulillah berhasil menyelesaikannya dalam 3 hari. 10 episode, 1 jam untuk setiap episode, lumayan kan ngga sebanyak Drakor haha.

Disclaimer : akan mengandung banyak spoiler !

Single mother Alex turns to housecleaning to make ends meet as she escapes an abusive relationship and overcomes homelessness to create a better life for her daughter, Maddy.

#Maid – Netflix

Cerita diawali dengan kepergian Alex dan Maddy – putrinya yang berumur 3 tahun, dari rumah pacar-nya Sean. Tengah malam mereka berdua meninggalkan rumah, tidak membawa apa-apa untuk kemudian tidur di mobil.

Seperti dituliskan dalam sinopsis di Netflix, disinilah cerita dan semua permasalahan dimulai. Pergi dari rumah, meninggalkan zona nyaman, tanpa uang dan tanpa rencana, tentunya bukan hal yang mudah. Alex tidak mempunyai teman dekat ataupun keluarga tempat bersandar.

Paula – ibu yang super eksentrik (bipolar ?), berprofesi sebagai pelukis dan saat ini tinggal di RV bersama pacarnya-Basil. Hank – ayah Alex, sudah menikah kembali, digambarkan memiliki kehidupan yang “normal” dengan rumah yang nyaman, istri yang ramah, anak-anak dan religious.

Like mother like daughter, Paula meninggalkan Hank ketika Alex berumur 6 tahun, dalam episode-episode akhir diceritakan ternyata dulu Hank sering melakukan KDRT juga, former abuser. Situasi yang sama kini dialami Alex yang emotionally abused by Sean.

Sejujurnya, it is hard to watch, super depressing ! Jangan mengharapkan ada momen untuk tertawa terbahak-bahak. Maid bukan romantic comedy seperti Hometown Cha Cha. Sepanjang cerita emosi saya turun naik. Sesekali mengeluarkan air mata, walapun sebetulnya Alex, jarang sekali menangis. Tapi akan banyak sekali perasaan hangat dirasakan, ada pelajaran baik, layak ditonton.

Beberapa catatan, pelajaran dan pesan ingin saya bagikan disini.

An educated woman is an empowered woman

Hari pertama meninggalkan rumah dan Alex mengunjungi kantor social services untuk mengajukan bantuan dan mencari tempat tinggal sementara. Ada satu pertanyaan dari petugas social services yang betul-betul menampar : “Any college, technical schools?. Is there anything you can give me ? Any special skills ?”. Jawaban Alex untuk semua pertanyaan itu adalah tidak. “I got into college, I got scholarship, but I didn’t go !”

Alex lulusan SMA, tidak pernah bekerja dan tidak kuliah. Sebetulnya Alex mendapat beasiswa kuliah jurusan Creative Writing di Missoula University, Montana. Tapi dia memilih tidak pergi karena hamil – kehamilan yang tidak diharapkan. Sejak hamil, melahirkan dan mempunyai anak, Alex bergantung kepada Sean. Tinggal di trailer Sean, berteman dengan teman-teman Sean, tidak memiliki penghasilan pastinya, bahkan kartu ATM-nya diambil Sean. Hidupnya hanya di seputaran Sean dan Maddy.

Berkat rekomendasi social services, Alex memang bisa mendapat pekerjaan di Value Maids. Bekerja maksimal 30 jam per minggu (sesuai aturan hukum) sebagai cleaner dari rumah ke rumah dengan upah 12.5 $ per jam. Saya menyebut Alex cukup beruntung, bisa mendapat pekerjaan hanya dalam waktu satu hari, mungkin susah bahkan impossible situasi ini bisa terjadi di Indonesia. Berkat bantuan social services juga Alex bisa mendapatkan tempat tinggal sementara di DV (domestic violence) shelter.

Menjadi maid tentunya tidak salah, tapi kalau saja Alex dulu jadi kuliah atau mempunyai keterampilan, mungkin jalan ceritanya akan sedikit lain. Akan lebih banyak peluang terbuka untuk Alex. Mengutip Angelina Jolie : “There is no greater pillar of stability than a strong, free, educated woman”

Take mental health issue and trauma seriously

KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) alias domestic violence selalu identik dengan cedera/trauma fisik. Korban KDRT ketika melapor ke polisi harus bersedia di visum untuk membuktikan adanya kekerasan. Bagaimana dengan trauma mental ?

Alex mengakui bahwa Sean tidak pernah melakukan kekerasan fisik, dia tidak bisa melapor ke polisi. Tapi petugas social service mengingatkan, emotionally abused is domestic violence too !

Di episode 5 diceritakan bagaimana Alex tiba-tiba mengingat kembali trauma masa kecilnya, ketika dia bersembunyi di kitchen kabinet ketika Hank melakukan KDRT terhadap Paula. Trauma yang sama dialami kembali ketika dia hidup bersama Sean yang akan menjadi sangat emosional ketika mabuk.

Disadari atau tidak, Alex mengalami trauma mental yang membuat ia kehilangan jati diri dan ketakutan. Hingga suatu hari ketika dia kembali ke rumah Sean, awalnya baik-baik saja, tapi kemudian Sean kembali ke alkohol dan mengamuk lagi, Maddy ketakutan dan bersembunyi di kitchen kabinet juga. Hal ini menyadarkan Alex, dan mereka pun meninggalkan rumah untuk kedua kalinya dan kembali ke DV Shelter.

Sebagai pengingat untuk kita semua ya, take mental health issue and trauma seriously.

Do not change your self for anyone

Ada satu dialog antara Alex dan Sean yang sangat saya suka. Di episode 9 diceritakan Alex berencana bertemu Sean untuk menyerahkan surat dari pengadilan. Alih-alih menggunakan jasa agen, dia memilih bertemu Sean secara langsung.

Alex memakai baju warna biru laut yang disukainya, berdandan cantik, dan Sean berkomentar : “You look really nice“. Penuh percaya diri Alex menjawab : “It’s not for you“.

Terkadang, kita merubah kebiasaan atau sifat kita karena orang lain, untuk menyenangkan orang lain. Seperti Sean yang berusaha tidak minum alkohol karena Maddy dan Alex. Motivasi seperti ini sebaiknya diluruskan. Ketika kita berbuat sesuatu karena orang lain dan hasilnya tidak sesuai yang diharapkan akan sangat besar kemungkinan kita kecewa, lalu seperti yang Sean lakukan, kembali ke alkohol.

Don’t change yourself just to make someone happy, unless that someone is you !

Nobody can take writing away from you

Salah satu bagian terbaik dalam film ini adalah creative writing therapy group untuk para survivor DV yang dipimpin oleh Alex. Disini Alex mengajak para survivor untuk menuliskan pengalaman mereka mengenai the happiest day, hari paling bahagia yang pernah mereka alami.

Sometimes it’s (writing) is really the only way for me to know what it is that I’m feeling. Like I have to write in order to see what I’m gonna write. If that makes any sense. But ..I find that it’s a lot easier to write the truth than it is to say it out loud. Nobody can take writing away from you. Nobody can tell you that you’re wrong or your words are wrong. Because they’re not. You’re right and your words are fucking right. Because they’re yours.

#Alex in Maid – Netflix

Jadi, ternyata Alex ini suka menulis. Tetapi dia berhenti menulis sejak bertemu Sean dan kemudian hamil. Saat mulai bekerja menjadi cleaner, Alex kembali menulis, mengenai pengalamannya membersihkan rumah para klien. Tulisan ini jugalah yang digunakan sebagai portofolio untuk melamar beasiswa kuliah lagi .

Bagi saya scene ini powerful banget, dan saya setuju, writing is therapy . Seperti yang Alex bilang diatas, kadang-kadang tulisan adalah salah satu cara untuk mengetahui apa yang kita rasakan. Karena tidak ada denial, kita bisa jujur, sejujurnya terhadap diri kita sendiri.

Menyenangkan mendengar cerita-cerita hari terbaik para survivor, dan pastinya cerita hari paling bahagia Alex :

My happiest day hasn’t happened yet. But it’s about to. On that day, I’m going to get in my car that smells like old tuna which will be packed with all of my belongings and my amazing daughter. And I am going to drive the fuck out of this town. I’m going to drive nine hours, 566 miles to Missoula, Montana where I’m going to spend the next four years learning to be a writer. Hopefully, there will be a lot of happy days during that time. And I know there will be some hard ones. Most people would bet against a single mom putting herself through college but they don’t know what it took to get here. Three hundred and thirty-eight toilets cleaned…seven types of government assistance, nine separate moves, one night on the ferry-station floor and the entire third year of my daughter’s life. But, when we get to Missoula..I am going to take Maddy up Sentinel Mountain, with looks over the town, and show her our new home. I’ve been telling her all about the giant M that’s at the tippy-top of the mountain. That the trail up there is long and zig-zaggy. The hike will be hard. But we’re going to make it to the top. And when we do, I am going to tell her that the M stands for “Maddy”. That this whole new world is for her.

# Alex in Maid – Netflix

Penutup

Saya tidak banyak bercerita mengenai para side characters. Tapi masing – masing karakter sebetulnya mempunyai cerita yang tidak kalah menariknya.

Paula, di balik semua tingkah lakunya yang ajaib adalah seorang ibu yang baik. Alex pun sangat menyayangi Paula. Di episode 10 diceritakan bagaimana awalnya Paula bersedia pindah ke Missoula bersama Alex dan Maddy. Tapi lagi – lagi Paula berubah pikiran, dengan alasan dia sekarang bahagia bersama Micah – pacar barunya. Tapi Paula kemudian berkata : “Sweetheart, this is your adventure. It’s not mine“.

Sean, saya berharap keluarga kecil Alex-Sean dan Maddy akan berkumpul kembali. Saya yakin Sean sebetulnya pasangan dan ayah yang baik. Trauma masa kecil membuat Sean kecanduan alkohol, dan membuatnya menjadi super emosional ketika mabuk. Maid season 2 ? semoga Sean sudah ngga kecanduan lagi dan keluarga kecil mereka bisa berkumpul kembali.

Menarik kan, sebelum lebih banyak spoiler lagi mungkin saya harus berhenti menulis sekarang haha. Selamat menonton ya. Ingat, ambil yang baik dan buang yang buruknya.

15 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *