[Nepal] Never Ending Peace and Love

Sejujurnya saya hampir menangis ketika pesawat kami lepas landas meninggalkan Kuala Lumpur menuju Kathmandu. Impian selama bertahun – tahun itu akan menjadi kenyataan, berkunjung ke Nepal.

Sejak SMA dan ketagihan naik gunung saya sudah mempunyai impian untuk berkunjung ke Nepal. Saat itu tentu mendaki Everest tujuannya. Sampai – sampai saya dan beberapa teman kuliah pernah berencana membuat tabungan bersama : ONE, alias Ongkos Naik Everest. Sayangnya impian itu tidak pernah terlaksana, sibuk kuliah, sibuk TA, cari kerja, menikah, punya anak dan lama – kelamaan impian itu bergeser dari tujuan awal : Sampai kaki Everest aja udah seneng banget deh.

Akhir tahun 2007 saya mendapat sebuah kartu pos dari Mario, teman baik saya semasa kuliah yang sedang berada di Nepal untuk mendaki Gunung Kala Patthar. Tulisannya singkat saja : kapan – kapan kita ke Everest ya !

Ah ya, tenang saja, impian itu masih ada.

Oktober 2015

Secara impulsif kami memutuskan untuk pergi ke Nepal di awal November, alasannya sederhana : ada waktu untuk bepergian di awal November selama 10 hari. Walaupun sebenarnya Cici tetap harus ponteng sekolah 5 hari, sisanya memang libur karena Deepavali Festive Break (teachers are not allowed to read my blog haha).

1 bulan persiapan saja dan alhamdulillah lancar, kami sudah kembali lagi dengan selamat dan saat ini Cici sedang ujian term pertama xixi. Semangat Cici.

Airlines

Saat ini ada beberapa pilihan maskapai penerbangan dengan direct flight dari KL ke Kathmandu. Sayangnya dari Jakarta memang belum ada, tetap harus mampir ke KL dulu. Air Asia, Malaysia Airline dan Malindo Air. Jadwal penerbangannya 1x sehari, keberangkatan sore hari dari Kuala Lumpur.

Kami memilih naik Malindo Air, tiketnya paling murah dari 3 pilihan yang ada, bonus free bagasi 30 kg per orang, free 1x meal plus snack dan jam keberangkatannya paling awal, pukul 2:30 sore dari KLIA 2 dan tiba di Nepal pukul 5 sore (perbedaan waktu KL dan Nepal adalah 2 jam 15 menit). Tiket per orang untuk return trip ~ RM 1,000. Sejauh ini kami suka sekali Malindo Air, tiketnya selalu paling murah dengan fasilitas yang jauh lebih baik dari kompetitornya sesama budget airlinesVery recommended.

Visa

Pemegang paspor hijau Indonesia perlu visa untuk memasuki Nepal. Tetapi cukup visa on arrival (VOA) saja, senang sekali kan. Dari beberapa blog yang saya baca semua menyatakan sangat mudah mengurus VOA di Nepal. Cukup dengan memperlihatkan paspor asli, mengisi form imigrasi (tersedia di Bandara Kathmandu), mengisi form permohonan visa (1 lembar saja dan sangat simple, sebaiknya di isi dari rumah dan formulirnya bisa didownload disini), menyiapkan pas foto dengan background putih/terang berukuran 4×6.

Biaya pembuatan visa bervariasi sesuai lama kunjungan, USD 25 untuk 15 hari, USD 40 untuk 30 hari dan USD 100 untuk 90 hari. Siapkan uang dalam USD atau GBP, SGD dan beberapa mata uang lainnya. Anehnya Nepali Rupee tidak termasuk, apalagi Indonesian Rupiah.

Sesuai saran dari travel agent kami, kami membuat permohonan visa di Kedutaan Nepal di Kuala Lumpur. Alasannya sederhana, antrian pemohon VOA biasanya sangat panjang, daripada menunggu lama di bandara lebih baik membuat di KL saja. Masuk akal juga sih, apalagi November adalah peak season di Nepal.

Akhirnya kami membuat visa di Kuala Lumpur, beberapa hari sebelum berangkat. Proses pembuatan visa di Kedutaan Nepal sangat mudah, syarat yang diperlukan sama dengan VOA dan visa siap dalam 2 hari kerja. Pembayaran dilakukan dalam Ringgit Malaysia dan ternyata bebas biaya untuk anak – anak.

Percaya tidak percaya, kantor Kedutaan Nepal di KL sangat sederhana dan tampaknya mereka sibuk sekali, jadi pastikan untuk datang lebih awal karena antriannya panjang.

Alamat Kedutaan Nepal di Kuala Lumpur

Wisma Paradise (Level 1, 3 and 9)
No. 63 Jalan Ampang,  50450 Kuala Lumpur, Malaysia

Info lengkap mengenai proses pembuatan visa Nepal di Kuala Lumpur bisa dilihat disini.

NRP or USD

Mata uang Nepal adalah Nepalese Rupee, kurs saat ini kurang lebih IDR 125 untuk 1 NRP. Beberapa teman yang pernah ke Nepal menyarankan untuk membawa USD saja karena di banyak tempat mereka menerima USD sebagai alat pembayaran (walaupun nantinya kembaliannya dalam NRP).

Tetapi mengingat kurs RM yang jeblok sekali dengan USD kami memilih untuk tidak menukar uang di KL. Kami melakukan penarikan uang (NRP) dengan ATM di Kathmandu dan Pokhara, terbukti lebih efektif karena nilai tukarnya lebih bagus dan biaya untuk setiap penarikan uang hanya 500 NRP saja per transaksi. ATM sangat mudah ditemukan, jadi ngga usah khawatir.

Satu pelajaran penting adalah segera tukarkan sisa NRP sebelum meninggalkan Nepal. Di hari terakhir kami tidak sempat menukarkan sisa uang dan akhirnya berencana menukarkannya di KL. Ternyata sampai saat ini kami belum menemukan money changer yang bersedia menerima NRP, aneh juga ya.

Ini mungkin petunjuk, kami disuruh ke Nepal lagi haha.

Living Cost

Extremely cheap, pantas saja Nepal bagaikan surga untuk orang – orang yang bermata uang USD atau GBP atau Euro dan lainnya. Biaya hidup di Nepal sangat murah.

Ketika kami datang Nepal sedang mengalami krisis bahan bakar karena India memberhentikan supply minyak ke Nepal. Di banyak tempat kita bisa melihat antrian mobil yang akan mengisi bahan bakar. Supply gas untuk memasak pun terbatas, kalaupun ada harganya sangat mahal.

Guide kami bercerita bahwa saat ini harga 1 liter bensin mencapai NRP 500,000 dibandingkan dengan harga biasa sekitar NRP 100,000. Naik 5 kali lipat. Tetapi para pemilik kendaraan umum memilih tidak menaikkan harga, mereka memilih untuk membawa lebih banyak penumpang dalam 1x jalan. Tidak heran kalau kita bisa melihat bis umum yang sangat penuh dan banyak orang duduk di atas atap.

mba – mba manis duduk di atap bis

Food

Kami lupa mencari informasi mengenai halal food sebelum berangkat. Untungnya ga mati gaya, kami tetap survive dengan mengandalkan vegetarian fried ricevegetarian chow min, tuna momo, cheese pizzagurung bread, berbagai macam olahan telur dan yang pasti Dal Bhat with Rice, 24 hours power.

Tidak terlalu susah karena di semua rumah makan selalu ada vegetarian menu. Sewaktu trekking di Annapurna malah lebih mudah, segala jenis daging (ayam, sapi ataupun babi) dilarang untuk dibawa apalagi dimakan. Alhamdulillah, In Sha Allah makanan yang kami makan halal ya.

veggie tuna cheese pizza yang enak banget, pilihan dinner Cici di Chhomrong

Ada beberapa halal restaurant yang direkomendasikan di beberapa forum, sepertinya layak dicoba untuk kunjungan berikutnya :

Anatolia Restaurant – JP Marg, Thamel, Kathmandu

Neerralla – Uber Marg, Thamel, Kathmandu

Al Madina – Opposite Dolphin Guest House, behind Thamel Masjid, Kathmandu

Indonesian food ? Ngga nemu sama sekali. Sepertinya ini peluang bisnis yang menarik, membuka rumah makan Indonesia di Kathmandu.

After a week we were craving of food, Indonesian food. Membayangkan makan mie bakso di gunung aja udah bikin bahagia. Apalagi nemu kapau di Annapurna.

People and Culture

Orang Nepal itu baik, dan baik – baik banget. Ramah dan sepertinya mereka sangat tulus, baik orang di kota maupun di pedesaan. Menyenangkan.

Ucapkan Namaste sambil menangkupkan kedua tangan di dada, sedikit menunduk, ucapan salam dan doa untuk orang lain.

baru kenal 5 menit Cici diajarin main karambol dan menang

Malaysian ?

No, we are Indonesian. Bosen sebenernya haha. Ngga cuma di Nepal, sepertinya dimana-mana kami selalu dikira orang Malaysia. Mungkin karena mereka lebih banyak kedatangan turis orang Malaysia kali ya, sehingga semua orang berwajah Melayu (apalagi perempuannya berkerudung) akan selalu dituduh orang Malaysia.

Ayo orang Indonesia yang rajin jalan – jalan ya, biar kitapun dikenal dunia.

Lucunya ternyata banyak juga kami bertemu dengan orang Nepal yang pernah bekerja di Malaysia dan pandai berbahasa Melayu. Hari pertama trekking dan kamipun dikagetkan dengan sapaan temennya supir jeep : “Sejuk ya kat sini ?” kaget banget, ngga jauh – jauh ketemunya orang yang bisa bahasa Melayu juga. Padahal sebelumnya saya dan Helmy asik ngomongin supir jeep yang parah banget cara nyetirnya. Haha sorry sorry ye Bang.

Ngomong – ngomong tentang Nepali, saya memang banyak menemukan orang Nepal bekerja di Malaysia. Bahkan security di apartemen kamipun kebanyakan orang Nepal. Saat trekking saya sempat ngobrol juga dengan salah seorang Guide yang pernah bekerja di Malaysia selama 7 tahun.

Setelah merantau sekian lama dia memilih pulang, for good. “I love Nepalmy beloved country” katanya, “but I also love Malaysia, the weather is always nice“. Duh panas betol kat sini Bang.

Communication

English is widely spoken, jangan khawatir. Mulai dari supir taxi, pemilik restaurant, pedagang, ibu – ibu sampai anak kecil di Kimrong Village pandai berbahasa Inggris. Indonesia rasanya tertinggal untuk hal ini. Selama di Nepal kami tidak menemukan kesulitan berkomunikasi. Bisa dibilang Nepal memang sangat siap untuk pariwisata.

Indonesia, kenapa kau hapuskan pelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar ? Rasanya hanya Tuhan yang tahu kenapa.

Oke, mungkin sekian dulu. Kalau diteruskan masih bisa panjang sekali hehe. Bersambung ke tulisan berikutnya ya.

10 Comments on “[Nepal] Never Ending Peace and Love”

  1. wahh finally dream comes true ya teh

    oya kalo penginapannya di sana modelnya kayak apa?

    1. betul Teh, seneng banget waktu pertama kali ke Nepal itu. Kalau di kota besar kaya Kathmandu atau Pokhara banyak hotel kaya biasa. Tapi kalau lagi trekking kita nginap di tea house, ini kaya homestay gitu, sederhana tapi bersih dan layak. Nanti kapan-kapan kutulis ya.

  2. Kalau di Nepal itu, kota2 nya bersih gt ga sih teh May? Bayangan saya ttg India atau negara2 sekitarnya tuh kesannya kota2nya jorok dan berbau atau gimana gt.. 🙈🙈

    1. Nepal kalau di kotanya agak acak-acakan juga, tapi ga sekotor India. Kalau India memang agak kotor karena banyak sapi jalan-jalan, ga bisa dilarang juga karena mereka dianggap suci hehe. Tapi waktu di India aku sempat ke Dharamsala juga, tempatnya Dalai Lama, itu bersih banget

  3. Siaaappp, May. “Namaste” akan saya ingat untuk menjadi a-must-word ketika suatu saat diberi kesempatan berkunjung ke Nepal ehehe.

    Mengetahui warga Nepal orangnya ramah dan tulus, saya ikut nyess bahagia dan seneeeng. Makanya kaum cocoklogi memberi kepanjangan NEPAL sebagai “Never Ending Peace and Love” ya ehehe.

    May sudah melanglang buana ya May, masya Allah.

    ***

    Btw May sudah pernah berkunjung ke Bhutan belom? Ngiler saat melihat iklannya chain resort AMAN ada yang lokasinya di sana. Alamnya masih ‘murni’ dan eksotis. Kalau May belom pernah, saat melihat iklannya, saya sempat membaten “Ini mah pasti May suka banget dengan tempat ini..” ehehe

    1. Bhutan itu salah satu wishlist juga Uril, pengen banget kesana. Tapi ke Bhutan agak mahal karena ada tourist tax. Jadi kalau ga salah sebelum pandemi 200 USD per day, kalau pergi seminggu sekeluarga lumayan juga 🙂

  4. Kayaknya buat yang suka naik gunung, Everest itu kayak salah satu milestone yang wajib ya. Aku baca bagian nilai tukar RM gitu jadi ingat kalau di Thailand sini money changer nggak terima rupiah atau mereka akan menghargai sangat murah sekali.

    Aku tapi sejauh ini belum pernah terpikir pergi ke Nepal, mungkin nanti setelah banyak baca-baca blog May bakal jadi pengen juga, hehehehe…

    1. Everest kaya naik haji Risna hehe. Tapi kemarin dua kali ke Nepal aku malah ke area Annapurna, belum pernah ke area Everest, mudah-mudahan ada kesempatan lagi nanti kesana.
      Nepal kalau ga trekking juga banyak pilihannya Risna, asik juga.

  5. Aku jadi sedikit mengeri kenapa orang2 ingin ke Nepal baca tulisan teh May. Aku suka lihat orang2nya dan alamnya, kok ya kayanya welcoming sekali gitu. Pengen lagi baca kelanjutannya teh, udah ada kah

    1. atau kita buat gathering ke Nepal untuk mamah gajah ngeblog yuk Andina hehe, aku pengen lagi sih, overall biayanya juga murah
      Waktu itu aku sempat menulis beberapa tulisan lagi tentang Annapurna, tapi belum selesai, nanti kulanjutin dulu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *