November 2016, tengah malam, saya nonton film 3 Idiots sendirian dan jatuh cinta. Bukan saja karena jalan ceritanya yang menarik tapi juga karena 3 Idiots mengajak kita berjalan-jalan ke Shimla dan Ladakh, North India. Mengikuti perjalanan Farhan, Raju dan tentunya Pia mencari Rancho yang menghilang sejak lulus kuliah.
Ga pakai lama, saya langsung mengirim whatsapp ke suami yang sedang berada di luar kota : “Tahun depan ke India yuk !”. Sambil tidak lupa mengirimkan snapshot Pangong Lake yang cantik, tempat pertemuan Rancho dengan sahabat-sahabatnya. Sebagai suami yang baik dan memahami istrinya yang super impulsive, jawaban suami saya singkat saja : ok !
Kurang dari 5 menit kami saya menentukan destinasi liburan keluarga tahun 2017. Gara-gara 3 Idiots kami berlibur ke India.
Rencana awal adalah napak tilas mengikuti jejak perjalanan Farhan dan Raju, dimulai dari New Delhi kemudian road trip ke Shimla dan berakhir di Pangong Lake. Tetapi karena pertimbangan budget (harga sewa mobil lepas kunci sangat mahal) dan mental health (nyetir sendiri di India sepertinya bikin stress) dan tentunya safety, rencana tersebut kami ubah. Kami memutuskan untuk mengunjungi Pangong Lake saja tapi rute perjalanan kami mulai dari Srinagar – Leh – Pangong Lake, total 17 hari perjalanan.
Pangong Lake sengaja kami jadikan titik akhir perjalanan, rencananya kami akan menginap semalam di danau air asin tertinggi di dunia ini, di ketinggian 4,225 m atau 549 meter lebih tinggi dari puncak Gunung Semeru, puncak tertinggi di Pulau Jawa.
Tentang Pangong Lake
Pangong Tso atau Pangong Lake terletak di antara dua negara, 40 % terletak di India, 50 % di Tibet dan sisanya berada di antara de-facto buffer zone India dan Tibet. Luasnya 604 km, dengan panjang 134 km dan lebar 5 km di titik terluarnya. Disebut sebagai endorheic lake karena tidak ada outlet untuk air keluar, betul-betul danau yang terasing dengan daratan di sekitarnya.
Di siang hari warna airnya kebiruan, sangat cantik, kontras dengan warna coklat dari gunung-gunung batu di sekitarnya. Warna birunya berasal dari refleksi langit yang tentunya juga berwarna biru, bebas dari polusi. Airnya asin, dengan kadar salinitas yang sangat tinggi, akibatnya tidak ada kehidupan di dalam danau ini.
Menuju Pangong Lake
Pangong Lake terletak di area Ladakh, Jammu Kashmir – negara bagian India paling utara yang berbatasan dengan Pakistan dan China. Kota terdekatnya adalah Leh, yang juga merupakan ibu kota Jammu Kashmir di musim panas.
Setidaknya ada dua rute yang paling banyak digunakan, yaitu via Chang La dan via Nubra Valley. Kebanyakan pengunjung akan menyewa mobil dengan supir, banyak juga yang menyewa sepeda motor Royal Enfield yang banyak terdapat di Leh. Sebetulnya ada bis lokal dari Leh tujuan Pangong, tapi jadwalnya tidak tetap, sering berubah-ubah.
Kami menyewa mobil dengan supir yang sekaligus akan menjadi guide sepanjang road trip kami di Nubra Valley. Supir kami – Popo adalah orang asli Leh keturunan Tibet. Dengan bahasa Inggris yang sangat baik beliau selalu bercerita tentang banyak hal. Selain menjadi supir, Popo juga akan memilih restoran untuk makan siang hingga memilihkan penginapan tempat kami bermalam.
Hari ketiga di Nubra Valley, pagi -pagi selepas sarapan kami meninggalkan Diskit Village dengan tujuan Pangong Lake. Popo mengajak kami bergegas karena khawatir kemalaman di jalan. Jarak Diskit (Nubra Valley) – Pangong Lake sebetulnya hanya 229 km saja, tapi minimal dapat ditempuh dalam 6 jam perjalanan karena medan yang berbukit-bukit. Belum lagi ada resiko mobil mogok, tanah longsor, banyak potensi gangguan sepanjang jalan. Betul saja, walaupun tidak ada gangguan berarti, kami baru tiba di Pangong Lake menjelang pukul 1 siang.
Sepanjang perjalanan kami dimanjakan oleh pemandangan yang cantik, walaupun batu lagi batu lagi haha. Jalan yang menghubungkan Nubra Valley – Pangong Lake memang membelah pegunungan, Karakoram dan Himalaya Mountain Ranges. Awalnya kami menyusuri Nubra River yang luar biasa besar, saking besarnya penduduk setempat menyebutnya sebagai laut untuk kemudian menyebrangi sungai dan menyusuri pegunungan.
Sesekali saja kami melewati perkampungan penduduk, tapi itupun hanya 2 atau 3 rumah saja. Tidak ada sinyal handphone sepanjang jalan, tidak terbayang kalau tiba-tiba mobil kami mogok atau kehabisan bensin. Untungnya sebagian besar jalan teraspal baik, jarang sekali kami menemukan jalan yang rusak.
Mendekati Pangong Lake kami melewati army base camp India, ini adalah camp ketiga yang kami temui di Nubra Valley. Wajar saja, ini adalah titik terluar India di bagian utara. Popo bercerita bahwa Indian Army berlatih di musim dingin, padahal ketinggian base camp sekitar 4000-an meter, dengan musim dingin yang full salju. Tidak terbayang kan.
Pangong Lake dan 3 Idiots
Mendekati Pangong Lake saya sudah bisa melihat hamparan warna biru di kejauhan, besar sekali, seperti laut. Popo memberhentikan mobil di area parkir dan mempersilakan kami turun. Pangong Lake katanya sudah berubah wajah sejak film 3 Idiots, mungkin sama nasibnya seperti Gunung Semeru selepas 5 cm. Hampir semua warung memasang gambar atau tulisan 3 Idiots, tentunya dengan scooter kuning dan Pia yang menggunakan saree merah. Memang agak mengganggu keindahan alam.
Hikmah baiknya sekarang ramai sekali pengunjung, tentunya ini sangat membantu perekonomian penduduk lokal. Bayangkan saja, musim panas, bulan Juni-September atau kurang lebih 4 bulan adalah satu-satunya kesempatan mereka mencari penghasilan. Di luar musim panas akses jalan ditutup, kebanyakan dari mereka akan pulang kampung atau kembali ke rumah di dataran yang lebih rendah untuk kembali lagi di musim semi ketika salju sudah mencair dan suhu mulai bersahabat.
Bukan saja di Pangong Lake, pemilik hotel tempat kami menginap di Leh juga bercerita hal yang sama. Hotel beliau hanya buka 4 bulan saja setahun, memasuki musim dingin dia akan menutup hotel dan kembali ke rumahnya di Manali.
Musim dingin di Ladakh memang sangat ekstrim, seluruh jalan dan permukaan tanah tertutup salju tebal. Pipa air akan membeku, listrik pun kadang-kadang tidak ada. Saya jadi teringat kisah orang-orang Inggris di jaman penjajahan yang mengungsi ke Shimla ketika musim panas. Pada akhirnya cuaca ekstrim memang bukan sahabat manusia.
Matahari terik, tapi di luar mobil ternyata sangat dingin. Penuh rasa penasaran kami berjalan ke arah danau, mencicipi air danau yang konon sangat asin, ternyata memang asin, cenderung pahit. Tapi warnanya memang luar biasa cantik, ingin rasanya berenang di danau yang sangat sepi. Tidak ada perahu, tidak ada aktifitas manusia ataupun binatang.
Di tepi danau lagi – lagi jejak 3 Idiots terlihat. Banyak sekali penjual jasa foto ala-ala 3 Idiots, ada yang menyediakan scooter kuning lengkap dengan saree merah, atau kursi berwarna-warni. Harga sewanya pun murah saja, saya menyewa scooter dan baju saree untuk berfoto ala Pia, hanya 50 Rupee.
Semalam di Pangong Lake
Setelah puas berfoto kami melanjutkan perjalanan ke penginapan. Popo membawa kami ke sebuah penginapan sederhana di tepi danau, menjauh dari keramaian. Hanya ada satu baris kamar menghadap ke danau dan saat itu kami satu-satunya pengunjung. Kamar cukup bersih dengan kamar mandi di dalam dan air mengalir. Itu cukup, ada air panas tapi tidak ada penghangat ruangan, nanti malam pasti akan sangat dingin.
Menjelang sore kami berjalan-jalan di sekitar penginapan, di tepi danau. Beberapa pengendara motor beristirahat, ada juga beberapa anak muda yang mencoba berenang di danau. Tapi sepertinya airnya sudah sangat dingin, hanya beberapa detik saja di dalam air mereka bergegas lari ke luar.
Memang tidak banyak kegiatan yang bisa di lakukan, tapi kami sangat menikmati kesunyian ini, duduk di depan kamar sambil menggigil kedinginan dan menunggu matahari terbenam, priceless.
Malam harinya kami makan di penginapan, memang tidak ada pilihan lain, penginapan ini jauh kemana-mana. Umumnya tarif penginapan di Ladakh sudah termasuk makan malam dan sarapan. Kami makan bersama pegawai hotel di ruang makan yang sepi, menunya bisa ditebak, nasi dengan kari sayuran dan Dhal. Tidak ada menu protein hewani karena mereka penganut Budha dan juga vegetarian.
Selepas makan kami kembali duduk – duduk di depan hotel, ini rasanya malam penuh bintang paling banyak yang pernah saya lihat. Langit bersih bebas dari polusi, kalau tidak dingin saya rela tidur di luar berlangit bintang.
Sekolah 3 Idiots
Dalam perjalanan pulang ke Leh, Popo mengajak kami mampir ke sekolah-nya 3 Idiots. Syuting adegan Rancho’s School mengambil tempat di sebuah sekolah di dekat Leh, The Druk White Lotus School (DWL) namanya.
Dalam film diceritakan bahwa selepas kuliah Rancho membuka sekolah dan menjadi guru, ditemani oleh 5 cm. Di Rancho’s School mimpi-mimpi Rancho tentang proses belajar yang menyenangkan terwujud.
Tak jauh berbeda dengan nasib Pangong Lake, sekolah DWL juga menjadi sangat populer. Setiap hari ada saja turis yang datang berkunjung, hingga akhirnya pihak sekolah membuka visitor centre dan menjadwalkan waktu berkunjung setiap harinya, lengkap dengan guided tour.
Kami datang ke DWL selepas makan siang, sambil menunggu jadwal tour di pukul 2 kami menunggu di Rancho’s Cafe dan melihat-lihat mini exhibition di visitor centre. Menarik juga membaca latar belakang sekolah yang dibuka pada tahun 2001 ini.
DWL didirikan oleh salah seorang pemuka agama Budha, Drukpa Thuksey Rinpoche. Diawali dengan permintaan penduduk lokal untuk sekolah modern yang masih menjaga budaya Ladakh dan tentunya Tibetan Budhism. Non profit school dan semua muridnya bersekolah gratis. Bukan saja sekolah tapi mereka juga menginap di sini. Umumnya para murid berasal dari luar Leh, di pedesaan, di gunung. Mereka akan bersekolah selama musim semi dan panas, untuk kemudian kembali ke rumah di musim dingin.
Bangunan sekolah yang cantik ini juga ternyata banyak mendapat penghargaan internasional. Disebut sebagai salah satu sekolah terindah di dunia versi BBC tahun 2016. Hal ini saya aminkan, rasa-rasanya saya akan sangat betah bersekolah disini. Bukan saja cantik, DWL juga ramah lingkungan. Mereka menggunakan listrik tenaga surya dan mengolah air limbah, inovasi yang hebat untuk sebuah sekolah nun jauh di pelosok India.
Guided tour yang dikelola sekolah pun sangat menarik, dua guides menemani kami berjalan-jalan di area sekolah. Child privacy sangat diutamakan, sehingga kami hanya boleh berjalan-jalan di area yang sudah ditentukan. Kami hanya diperbolehkan melihat ruang kelas, ruang makan, tempat bermain, dan juga boarding house dari jauh.
Puncak dari tour ini tentunya kunjungan ke The Idiotic wall yang ada di dalam film, adegan Chatur kena setrum. Walaupun sebetulnya ini bukan tembok yang asli. Ternyata sekolah DWL pernah mengalami musibah banjir bandang di tahun 2010, sebagian besar bangunan sekolah termasuk The Idiotic Wall yang asli musnah terbawa banjir. Rancho alias Amir Khan saat itu ikut membantu pengumpulan dana untuk memperbaiki kembali sekolah DWL.
Menjelang sore kami kembali ke Leh dengan perasaan bahagia, tercapai sudah cita-cita mengunjungi Pangong Lake dan Rancho’s school. Walaupun sepanjang jalan suami saya menggoda saya terus-terusan, awalnya saya mengira sekolah dan Pangong Lake jaraknya tidak terlalu jauh, kan Pia naik scooter mencari Rancho. Ternyata jaraknya jauh sekali haha.
Penutup
Semoga ada kesempatan untuk kami berkunjung kembali ke Ladakh, masih banyak tempat – tempat menakjubkan yang ingin dikunjungi. Incredible India, India memang extraordinary,
Pingback: Semalam di Sonam Guest House, Nubra Valley - sereleaungu