Menjelajahi Rasa dan Tradisi Egypt

“Good morning Madam, please follow me !”

Saya mengikuti Mba cantik-pegawai restoran di hotel tempat saya menginap. Beruntung saya mendapat meja di tepi jendela, dengan pemandangan Sungai Nil. Cantik sekali, pagi hari di bulan Februari, di penghujung musim dingin di negara tertua di dunia, Egypt.

Saya sangat lapar, makan terakhir saya adalah sarapan di pesawat dari Dubai ke Cairo, lebih dari 24 jam yang lalu. Tadi malam saya memilih langsung tidur untuk menghindari jetlag dan bangun pukul 3 pagi untuk mengikuti meeting dengan Kuala Lumpur.

Tanpa ekspektasi apa-apa saya bergegas mengambil makanan. Di hotel ini sarapan dihidangkan secara buffet, restoran buka dari pukul 6 pagi sampai pukul 11 siang. Belakangan saya baru tahu kalau orang Egypt bukanlah morning person, biasanya mereka akan sarapan agak terlambat, menjelang pukul 12 dan makan siang menjelang pukul 3 atau 4 sore. They have a slow life here.

Area buffet di restoran tidak terlalu besar, tapi saya langsung jatuh cinta. Di bagian tengah ada satu meja besar, fresh and tasty fruits station. Selain menyajikan berbagai macam buah-buahan, ada juga muesli, yoghurt, rice pudding dan fruit compote. Tersaji kurma segar yang sangat menarik dengan warna hitam mengkilat, dan strawberry berukuran jumbo yang merah menyala.

fresh and tasty fruits station yang memang fresh dan tasty

Negara padang pasir seperti Egypt ternyata juga merupakan produsen buah-buahan. Hikmah Sungai Nil, panen berlimpah dan Egypt mampu mengekspor buah-buahan ke luar negeri. Di Kuala Lumpur sangat mudah menjumpai buah-buahan dari Egypt dan harganya relatif murah. 1 box Strawberry Egypt harganya RM 10 saja, jauh lebih murah dibandingkan dengan Strawberry Korea yang mencapai RM 30. Sedangkan di Egypt tentunya jauh lebih murah, 1 kg hanya 10 – 20 EGP atau sekitar RM 1-2 saja.

Di bagian lain ada egg dan bread station yang tidak kalah menarik. Semua roti disajikan fresh, dibakar di tandori. Roti adalah makanan pokok di Egypt, wajib hukumnya seperti orang Indonesia makan nasi. Bahkan dalam bahasa Arab dialek Egypt, roti adalah “aish” yang berarti kehidupan.

Pagi itu rasanya saya sangat bahagia. Kuliner Egypt ternyata sangat menarik dan tentunya enak. Sarapan pagi di hotel menjadi saat yang saya tunggu-tunggu. Bukan saja di Cairo, tapi hotel di Luxor dan Aswan juga menyajikan sensasi rasa yang sama, nyaman kalau orang Malaysia bilang, membahagiakan.

Beberapa makanan khas Egypt dapat juga ditemukan di negara Timur Tengah lainnya. Tapi kuliner Egypt mempunyai ciri khas tersendiri yang dipengaruhi oleh tradisi yang bisa ditelusuri sampai lebih dari 5000 tahun yang lalu, ke jaman pharaoh. Jangan dilupakan juga makanan produk akulturasi budaya dari para penjajah yang pernah menduduki Egypt seperti Yunani, Arab, Ottoman, Perancis dan Inggris.

Berikut beberapa makanan khas Egypt yang sempat saya cicipi dalam perjalanan singkat di Cairo, Luxor dan Aswan. Kita mulai dengan streed food-nya dulu yang murah meriah ya.

Aish Baladi

Salah satu roti unik khas Egypt adalah aish baladi, sejenis roti pita yang dibuat dari campuran 100 % tepung gandum, air, garam dan ragi. Roti ini sangat mudah dibuat dan prosesnya sangat cepat. Saya memperhatikan ibu di restoran hotel yang bekerja tanpa henti, menipiskan adonan sampai berbentuk lingkaran, memasukkan ke dalam tandori dan tidak sampai 5 menit roti hangat siap disajikan. Percayalah, aish baladi yang baru keluar dari tandori itu sangat enak. Ketika berjalan-jalan di sekitar Mesjid Al Azhar, saya menemukan satu kedai yang membuat aish. Unik sekali dan ternyata harganya sangat murah, 10 EGP saja untuk 1 buah aish berukuran besar.

Egyptian Falafel (Tameya)

“It’s believed that Falafel originated in Egypt”

Saya pernah mencoba falafel di restoran Timur Tengah di Kuala Lumpur, tapi saya kurang menyukainya karena teksturnya keras dan terasa hambar. Tapi ternyata saya jatuh cinta dengan tameya-falafel khas Egypt. Teksturnya memang berbeda, garing di luar tapi lembut di dalam. Enak dimakan begitu saja atau dengan cocolan hummus dan mint yogurt. Tameya berbeda karena dibuat dari fava beans, sedangkan falafel biasanya dibuat dari chickpeas. Mungkin suatu hari saya akan mencoba membuat tameya sendiri, nampaknya cukup mudah.

Tameya – falafel khas Egypt

Traditional Egyptian Breakfast

Konon, inilah street food paling populer di Egypt, bisa dibilang ini “nasi campur” orang Egypt. Naufal-mahasiswa Al-Azhar asal Indonesia yang menemani saya berjalan-jalan di Cairo bercerita, hampir tiap hari mereka akan sarapan pagi ala Egypt (walaupun kadang-kadang mereka sarapan nasi uduk juga haha). Satu paket harganya 20 EGP, di dalamnya ada aish baladi, ful medame (broad beans yang direbus lalu dihaluskan), sayur-sayuran, telur, feta cheese dan saus yang biasanya dibuat dari campuran tahini, yoghurt dan bahan lainnya. Ada yang disajikan dalam mangkuk-semua dijadikan satu, terpisah – pisah seperti yang saya temukan di hotel tapi yang paling umum semua bahan dimasukkan ke dalam baladi, seperti sandwich. Murah meriah kenyang dan bergizi tinggi.

Shawarma

Saya dan Cici pencinta shawarma. Hampir setiap minggu kami membeli shawarma dari restoran Timur Tengah dekat tempat saya bekerja di Kuala Lumpur. Ga bisa sering-sering karena harganya lumayan mahal, RM 18 untuk satu buah chicken shawarma. Di Egypt, sama seperti tameya atau ful medames, shawarma adalah street food, harganya murah meriah. Favorit saya adalah shawarma yang saya makan di Aswan. 60 EGP untuk 1 buah chicken shawarma dan rasanya luar biasa enak. Potongan tipis ayam bakar, ditambahkan sayuran, saus yoghurt dan digulung dalam flatbread. Makan malam yang bergizi dan mengenyangkan.

InshaAllah nanti kita lanjutkan ke bagian ke dua ya, masih banyak cerita lainnya tentang menjelajahi rasa dan tradisi Egypt.

Bagian pertama dari catatan perjalanan ke Egypt, saya tuliskan untuk memenuhi tantangan Mamah Gajah Ngeblog di bulan Maret 2024 : Cerita Kuliner.

15 Comments on “Menjelajahi Rasa dan Tradisi Egypt”

  1. ini postingan yang akhirnya bikin saya bener-bener tergoda foto. kelihatan segerrrr dan bikin lapar… kenapa saya harus baca ini jam 3 sore ya Allah…

    on the other note–saya emang suka masakan timur tengah/india, dan suka banget roti. jadi roti yang matang 5 menit itu bener-bener menarik perhatiankuuu

    1. Hehe godaan orang berpuasa ya Teh Mega.

      Roti-rotian Timur Tengah dan India memang mantap, aku juga suka. Di KL untungnya ada roti canai dan banyak restoran Timur Tengah, lumayan seminggu sekali bisa mampi 🙂

  2. Ya ampun… Baca abis sahur, mendadak laper lagi ha3. Teh May ini semua makanannya aku suka pake banget. Di Jakarta makanan ini mahal euy jadi belinya kalau ada perayaan saja.

    Senang lihat foto makanannya. Akan lebih senang lagi kalau Teh May bikin artikel tentang bangunan atau kota-kotanya juga ala NatGeo. Pleaseeee…

    1. Ternyata banyak yang suka ya makanan Timur Tengah, aku jadi pengen belajar masakan-masakan ini, ntar kalau pensiun siapa tahu bisa buka warung hehe.

      InshaAllah Teh Dewi, dah banyak rencana di kepala untuk tulisan, tapi waktunya masih kejar-kejaran sama deadline yang lain euy 🙂

  3. Wah May,, puas banget agenda kulinerannya di Mesir. Seneng banget rasanya, bisa ikut membayangkan ehehehe. 😍
    Ku terpaku dengan kata “street food”, di sini (Atyrau KZ) gak ada, May. Padahal penasaran, pengen nyari. Dan biasanya kan murah2 ya. Apakah nanti saat cuaca menghangat, di sini juga ada hawker? 🤔

    Oiya May, aku sudah merasakan falafel. Di sini juga ada. Menurut lidahku, kayak lentho ya May ehehe. Tapi masih enakan lentho 🤭

    1. Di Kazakh ga ada ya Uril, coba nanti penasaran kutanya temenku orang sana. Mungkin pengaruh cuaca juga, masih winter kan..mungkin nanti pas summer pada keluar pedagang siomay dan bakso ala Kazakh hehe.

      Sebetulnya iya, enakan lentho haha. Falafel tu kaya kering banget kan Ril, nah yang Tameya di Egypt ini teksturnya mirip Lentho, tapi beda rempahnya :). Eh penasaran, di Kazakh ada tempe ngga Ril ?

  4. Waaah serunyaa teh May ke Mesir. Aku baru lihat sungai Nil di foto ensiklopedia aja, hehehe. Mudah-mudahan nanti ada rejekinya kayak teh May pergi kesana.

    Baru sadar kenapa hotel-hotel bagus biasa menyajikan makanan tradisional, dan makin bagus chefnya, makin otentik khas asli rasanya. Ternyata memang membantu turis untuk wisata kuliner ya.

    Ngiler banget lihat fresh and tasty stationnya teh. Apalagi isinya buah-buah lokal. Shawarma dengan foto daging ayamnya sungguh sukses membuat aku lapar.hahaha

    1. Hi hi iya Ririn, aku juga masih berasa kaya mimpi, alhamdulillah ada kesempatan ke Egypt. Sungai Nil tu magic banget deh, nanti aku buat tulisannya ya.

      Kaya Hotel Tentrem yang di Yogya itu kan, aku suka banget Tentrem karena sarapannya, enak-enak banget.

      Buah-buahan Egypt entah kenapa memang enak banget, mungkin karena fresh ya, buah lokal. Sekarang lagi musim strawberry dengan jeruk kan, itu pinggir jalan memang penuh orang jualan dua buah ini, seger.

      Shawarma memang enak 🙂

  5. Baru tahu Egypt penghasil buah-buahan. Mungkin selama ini kalau lihat foto piramida, sekitarnya padang pasir, kebayanyg kering kerontang. Tahunya ada Sungai Nil ya. Itu stroberinya bikin ngiler.

    Aku pun suka shawarma bisa gurih gitu ya. Kalau bikin ndiri engga bisa. Waktu di Uzbek pun ada shawarma, namanya shomsa. Isinya bisa daging sapi atau ayam. Pernah di hotel, ada shomsa isinya labu kuning, jadi agak manis tapi berbumbu jintan. Enak bangeeet…lembut gitu.

    1. Bu Hani, iya ini berkah Sungai Nil. Pas aku ke Azwan dan Luxor itu terkagum-kagum deh, jadi pertanian di Egypt ini memang sepanjang Sungai Nil, hijauuu semua, abis itu padang pasir lagi.

      Ada satu food blogger Turkey kalau ga salah, share cara buat shawarma di rumah, kayanya sih gampang, aku jadi pengen coba juga.. Kayanya Shomsa juga enakk…ngiler hehe

  6. MasyaAllah, kabita banget baca pos Teh May…
    Aku suka banget English breakfast, trus lihat foto Egyptian breakfast kayanya seger banget dan bergizi banget, berpotensi mengalahkan posisi English breakfast dalam daftarku!

  7. Wah keliatan enak-enak dan seger-seger. Restoran khas Egypt menjadi andalanku untuk mendapati makanan halal ketika bepergian ke Eropa. Tapi mungkin tetap lebih enak di negara aslinya ya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *